Fikroh.com – Tidak diragukan lagi bahwa berdoa pada waktu kapan pun adalah suatu amalan yang disyariatkan dan ini termasuk amal shalih, dimana pada awal 10 hari Dzulhijjah syariat sangat menganjurkan kepada kita agar banyak beramal shalih.
Terkait dengan doa pada hari arafah, maka terdapat hadits yang menunjukkan bahwa ini adalah waktu mustajab untuk berdoa. Al-Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari silsilah Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : “خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ”
“bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah dan sebaik-baik apa yang aku katakan dan juga para Nabi sebelumku adalah : “tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu baginya, baginya kerajaan dan baginya segala puji dan Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu.”
Silsilah Amr bin Syu’aib adalah hasan haditsnya menurut pendapat yang pertengahan, jika yang meriwayatkan darinya adalah perawi yang diterima haditsnya, namun dalam sanad hadits ini perawi yang meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib adalah Hammâd bin Abi Humaid. Al-Inam Tirmidzi telah membicarakan statusnya, setelah meriwayatkan hadits ini, kata beliau :
هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ، وَحَمَّادُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ هُوَ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ، وَهُوَ أَبُو إِبْرَاهِيمَ الْأَنْصَارِيُّ الْمَدِينِيُّ، وَلَيْسَ هُوَ بِالْقَوِيِّ عِنْدَ أَهْلِ الْحَدِيثِ
“Hadits ini gharib dari jalan ini, Hammâd bin Abi Humaid adalah Muhammad bin Abi Humaid yaitu Abu Ibrahim al-Anshari al-Madîniy, ia bukanlah perawi yang kuat menurut ahli hadits.” -selesai-.
Oleh sebab itu sanad hadits ini dhoif, guru al-Imam Tirmidzi, yakni al-Imam Bukhari menilainya sebagai perawi yang “munkarul hadits”.
Hadits ini mendapatkan penguat sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Malik dalam kitabnya “al-Muwatha'” yang meriwayatkan dengan sanadnya :
عَنْ زِيَادِ بْنِ أَبِي زِيَادٍ ، عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ كَرِيزٍ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” أَفْضَلُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَأَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ “
“Dari Ziyâd bin Abi Ziyâd dari Thalhah bin Ubaidillah bin Karîz bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “seutama-utama doa adalah doa pada hari Arafah dan sebaik-baik apa yang aku katakan dan juga para Nabi sebelumku adalah : “tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu baginya.”
Kedua perawi yang dibawakan oleh al-Imam Malik adalah perawi tsiqah, namun Thalhah adalah perawi yang berada di thabaqah Tabi’in, sehingga hadits yang kita bahas ini statusnya mursal.
Hadits mursal adalah kategori hadits dhoif, namun sebagian ulama mengatakan bahwa hadits mursal statusnya dapat naik menjadi hasan, jika ada penguatnya dan dalam pembahasan kita ini, ada penguat (syahid) dari riwayat Tirmidzi diatas. Namun kalau kita mengacu kepada penilaian al-Imam Bukhari sebagai kritikus hadits yang dianggap oleh para ulama sebagai mu’tadil (moderat), dengan memberikan penilaian munkarul hadits pada Hammâd, perawinya Tirmidzi, maka ini menunjukkan bahwa haditsnya sangat lemah, oleh sebab itu tidak bisa menolong mursalnya al-Imam Malik ini. Al-Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah dalam kitabnya “at-Tamhîd” (syarah Muwatha Malik, 6/38, via dorar) berkata terkait status hadits yang kita bahas diatas :
لا خلاف عن مالك في إرسال هذا الحديث ولا أحفظه بهذا الإسناد مسندا من وجه يحتج بمثله.
“Tidak ada perbedaan dari Malik terkait mursalnya hadits ini dan aku tidak menghapal dengan sanad ini sebuah sanad yang musnad (bersambung) dari jalan yang bisa dijadikan hujjah yang semisalnya.”
Al-Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya “al-Majmu'” (8/114, via dorar) memberikan penilaian :
إسناده ضعيف، لكن معناه صحيح
“Sanadnya dhoif, namun maknanya shahih.”
Barangkali yang al-Imam Nawawi maksud adalah bahwa berdoa itu termasuk amal shalih yang dianjurkan untuk banyak-banyak dilakukan pada awal 10 hari Dzulhijjah, apalagi bertepatan juga dengan kondisi orang yang berpuasa pada hari Arafah, ditambah lagi ini adalah waktu sedang puncak-puncaknya ibadah yang agung yaitu haji. Wallahu A’lam.
Abu Sa’id Neno Triyono