Fikroh.com – Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menganjurkan ummatnya untuk melakukan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal. Siapa yang mengerjakannya, maka keutamaannya seperti puasa satu tahun penuh. Hal ini Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu Ayyub Al-Anshari –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, lalu dia ikuti puasa Ramadhan tersebut dengan puasa enam hari dari bulan Syawwal, maka dia seperti puasa setahun penuh.” [HR. Muslim: 204].
Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :
فِيهِ دَلَالَةٌ صَرِيحَةٌ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَدَاوُدَ وَمُوَافِقِيهِمْ فِي اسْتِحْبَابِ صَوْمِ هَذِهِ السِّتَّةِ
“Di dalamnya terdapa dalil yang sangat gamblang bagi madzhab Asy-Syafi’i, Ahmad, Dawud dan mencocoki mereka dalam dianjurkannya puasa enam hari (di bulan Syawwal) ini.” [Syarh Shahih Muslim : 8/56].
Yang paling afdhal (paling utama), puasa enam hari ini ditunaikan secara langsung setelah hari raya (mulai tanggal 2 Syawwal). Akan tetapi jika dicerai-beraikan atau diakhrikan sampai akhir bulan Syawwal, maka keutamaan dalam hadits tersebut juga sudah terwujud. Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :
وَالْأَفْضَلُ أَنْ تُصَامَ السِّتَّةُ مُتَوَالِيَةً عَقِبَ يَوْمِ الْفِطْرِ فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عَنْ أَوَائِلِ شَوَّالٍ إِلَى أَوَاخِرِهِ حَصَلَتْ فَضِيلَةُ الْمُتَابَعَةِ لِأَنَّهُ يَصْدُقُ أَنَّهُ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ
“Yang paling utama, puasa enam hari ini ditunaikan secara langsung mengikuti hari raya (tanggal 2 Syawwal). Jika seorang mencerai-beraikannya atau mengakhirkannya dari awal bulan Syawal sampai hari-hari akhir bulan tersebut, maka telah terwujud akan keutamaan mutaba’ah (mengikutkan puasa Ramadhan dengan puasa enam hari bulan Syawwal). Karena dia benar (termasuk seorang) yang mengikutkan puasa Ramadhannya dengan puasa enam hari bulan Syawwal.” [Syarh Shahih Muslim : 8/56].
Imam Ahmad –rahimahullah- berkata :
لَا بَأْس بصيامها إِنَّمَا قَالَ النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم سِتَّة ايام من شَوَّال فَإِذا صَامَ سِتَّة ايام من شَوَّال لَا يُبَالِي فرق اَوْ تَابع
“Tidak mengapa untuk puasa (enam hari bulan Syawwal). Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- hanya mengatakan “Puasa enam hari bulan Syawwal”. Jika seorang puasa enam hari dari bulan Syawwal, aku tidak peduli dipisah atau berturut-turut..” [Masalil Imam Ahmad dengan riwayat dari Anaknya, Abdullah bin Ahmad : 193].
Sebelumnya perlu untuk diketahui, bahwa menurut Jumhur ulama’, mengqadha’ puasa Ramadhan tidak disyaratkan harus secara langsung tanpa ada jeda. Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata:
و مذهب مالك و أبي حنيفة و الشافعي و أحمد و جماهير السلف و الخلف, أن قضاء رمضان في حق من أفطر بعذر كحيض و سفر يجب على التراخي, ولا يشترط المبادرة به أول ألإمكان
“Madzhab Malik, Abu Hanifah, Asy-Syafi’i dan Ahmad serta mayoritas ulama’ dari kalangan salaf dan khalaf, sesungguhnya qadha’ (membayar) hutang Ramadhan pada hak orang yang berbuka dengan adanya udzur (asalan yang dibenarkan syara’), seperti haid dan safar, hukumnya wajib di atas sifat tarakhi (tidak bersegera secara langsung setelah Ied) dan tidak disyaratkan untuk ditunaikan secara segera di awal waktu yang memungkinkan.” –selesai penukilan-
Ucapan Imam An-Nawawi di atas berlaku ketika ada udzur yang dibenarkan. Jika seorang berbuka tanpa ada alasan yang dibolehkan syari’at, maka wajib mengqadha’ puasanya secara langsung setelah Ramadhan (tidak boleh ditunda). Hal ini disebutkan dalam kitab “Hasyiyah I’anatuth Thalibin” (2/268).
Adapun seorang yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan karena adanya ‘udzur (alasan yang dibenarkan oleh syara’),bolehkan menunaikan puasa Syawwal sebelum mengqadha’ (membayar) hutang puasanya?
Menurut jumhur ulama’ (mayoritas ulama) dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan sebuah riayawat dari Hanabilah, dibolehkan untuk menunaikan puasa sunah sebelum qadha’ Ramadhan selesai, baik secara mutlak atau dengan adanya kemakruhan (Syafi’iyyah dan Malikiyyah). Tapi intinya, mereka semau membolehkan.Termasuk dalam hal ini, menunaikan puasa enam hari bulan Syawwal dalam kondisi masih punya hutang puasa karena adanya udzur. Dan keutamaan yang ada di dalam hadits tersebut juga terwujud –insya Allah-.
Hal ini berdasarkan dua hal :
1. Perintah untuk mengqadha’ puasa Ramadhan sifatnya muwassa’ (waktunya luas sampai akhir bulan Sya’ban). Sedangkan puasa enam hari bulan Syawwal waktunya mudhayyaq (sangat terbatas karena hanya satu bulan syawwal saja).
2. Adapun sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- : “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, lalu dia ikuti puasa Ramadhan tersebut dengan puasa enam hari dari bulan Syawwal, maka dia seperti puasa setahun penuh.”, maksud kalimat “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan” di sini ada beberapa penjelasan :
»Masuk dalam bab kharaja makrajal ghalib (keluar dari keumuman). Artinya, secara umum, orang yang akan dapat fadhilah keutamaan puasa enam hari bulan Syawwal, seorang yang puasa Ramadhan secara penuh tanpa hutang. Tapi bukan berarti yang punya hutang tidak termasuk. Akan tetapi yang disebutkan yang “penuh” hanya secara umum saja.
Orang yang punya hutang puasa dikarenakan ada alasan yang dibenarkan agama, masuk dalam predikat “Telah puasa selama sebulan penuh” secara ma’na taqdiri (makna secara tidak langsung). Berbeda dengan orang yang punya hutang, tanpa ada alasan yang dibenarkan.
Disebutkan oleh Imam Al-Bujairami –rahimahullah- (w. 1221 H) dalam “Hasyiyah Al-Bujairami ‘Alal Minhaj” (2/89) :
ظَاهِرُ الْخَبَرِ أَنَّ الثَّوَابَ الْمَذْكُورَ خَاصٌّ بِمَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَلَا يَقْتَضِي عَدَمَ اسْتِحْبَابِهَا لِمَنْ لَمْ يَصُمْهُ بِعُذْرٍ بَلْ هُوَ مُسْتَحَبٌّ فَإِنْ لَمْ يَصُمْهُ تَعَدِّيًا حَرُمَ عَلَيْهِ صَوْمُهَا عَنْ غَيْرِ رَمَضَانَ لِوُجُوبِ الْقَضَاءِ عَلَيْهِ فَوْرًا
“Makna yang nampak dari hadits di atas, sesungguhnya pahala puasa yang disebutkan, khusus bagi seorang yang puasa sebulan penuh, akan tetapi tidak mengandung tidak adanya anjuran bagi seorang yang tidak berpuasa karena adanya udzur (alasan yang dibenarkan syari’at). Bahkan hal itu juga dianjurkan. Jika seorang tidak berpuasa karena melampaui batas, maka diharamkan baginya untuk puasa Syawwal dari selain Ramadhan karena dia wajib untuk mengqadha’ puasa Ramadhan secara langsung.”-selesai penukilan-
Kesimpulan
Boleh bagi seorang yang masih punya hutang puasa Ramadhan untuk puasa enam hari bulan Syawwal. Akan tetapi, yang lebih utama, hendaknya membayar hutang puasa Ramadhan lebih dulu, baru puasa enam hari bulan Syawwal. Adapun jika dia punya hutang puasa Ramadhan karena tidak memiliki alasan yang dibenarkan syari’at, maka tidak boleh puasa Syawwal. Akan tetapi wajib baginya untuk mengadha’ puasa Ramadhan secara langsung. Wallahu a’lam bish shawab.
Semoga bermanfaat. Barakallohu fiikum.
Oleh : Ust. Abdullah Al-Ji
rani