Fikroh.com – Tidak boleh bagi orang yang berkurban atau yang mewakilinya untuk menjual sesuatu bagian dari hewan kurban baik berupa daging, kepala, kaki, kulit dan bagian yang lainnya menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ulama’. Ini merupakan pendapat Malik bin Anas, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hambal dan selain mereka.
Adapun dalil dalam masalah ini sebagai berikut :
Pertama :
Hewan kurban adalah sesuatu harta yang telah dikeluarkan oleh pemiliknya untuk Alloh, artinya untuk mendekatkan diri kepada Alloh. Sehingga kepemilikannya telah keluar dan berpindah kepada yang lain. Sesuatu yang telah dikelaurkan untuk Alloh, maka tidak bisa dijual sebagaimana zakat, kaffaroh, waqaf ataupun yang lain. Alloh Ta’ala berfirman :
قُلْ إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am : 162).
Alloh Ta’ala juga berfirman :
لِيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوْا اسْمَ اللهِ فِيْ أَيَّامٍ مَعْلُوْمَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ الأَنْعَامِ فَكُلُواْ مِنْهَا وَأَطْعِمُواْ البَائِسَ الفَقِيْرَ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al-Hajj : 28).
Alloh telah menetapkan untuk memakan hewan kurban dan membagikannya kepada fakir miskin maka hal ini menunjukkan akan dilarangnya untuk menjualnya.
Kedua :
Telah diriwayatkan dari Abdurrohman bin Abi Laila, sesungguhya Ali bin Abi Tholib –rodhiallohu ‘anhu- telah mengkabarkan :
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا، لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلاَلَهَا، وَلاَ يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئًا»
“Sesungguhnya Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- telah memerintahkan dia untuk mengurusi onta ( kurban )nya dan ( memerintahkan ) untuk membagi seluruh ( bagian ) ontanya, baik dagingnya, kulitnya dan pakaiannnya. Dan ( beliau juga memerintahkan kepada Ali ) untuk tidak memberi upah penyembelihan darinya ( maksudnya : dari bagian hewan kurban ) sedikitpun.” ( HR. Al-Bukhori : 1630 dan Muslim : 1317 dan lafadz di atas adalah lafadz Imam Muslim ).
Dalam jalur yang lain terdapat tambahan dari ucapan Ali –rodhiallohu ‘anhu-:
نَحْنُ نُعْطِيْهِ مِنْ عِنْدِنَا
“Kami memberinya (maksudnya, memberi upah orang yang menyembelih hewan kurban) dari (harta) yang kami miliki ( bukan dari bagian hewan kurban ).” (HR. Al-Bukhori : 1716 Muslim : 1317).
Sisi pendalilan dari hadits di atas ada dua sisi :
- Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membagi onta yang menjadi hewan kurban beliau semuanya. Tidak boleh disisakan sedikitpun bahkan sampaik pakaian atau sesuatu yang ada pada onta tersebutpun harus juga diberikan atau dibagi. Jika demikian, tentunya tidak ada sesuatupun dari bagian hewan kurban yang bisa untuk dijual. Karena telah habis dibagi.
- Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam-juga melarang untuk memberi upah sebagai timbal balik jasa penyembelihan dengan menggunakan sesuatu bagian dari hewan kurban. Pemberian upah di sini merupakan bentuk jual beli. Karena pihak yang menyembelih telah menjaual jasa penyembelihan kepada pihak yang berkurban dan pihak yang berkurban membeli jasa tersebut. Jika Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- melarang untuk memberi upah jasa penyembelihan dari bagian hewan kurban, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menjual bagian dari hewan kurban adalah dilarang.
- Terdapat indikasi, bahwa larangan dari Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- untuk memberi upah jasa penyembelihan dari bagian hewan kurban, karena terdapat potensi untuk memberi darinya. Sehingga Rosulullah-shollallohu segera mencegahnya terlebih dahulu.
- Sebagai gantinya, maka Ali bin bin Tholib memberi upah jasa penyembelihan dari harta lain yang dimiliki oleh para sahabat waktu itu, tidak dari hewan kurban.
Ketiga :
Telah diriwayatkan dari Abu Huroiroh-rodhiallohu ‘anhu- beliau berkata, Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam-bersabda :
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتَهُ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Barang siapa menjual kulit hewan kurbanya, maka tidak ada kurban baginya.” ( HR. Al-Hakim : 3468 dan Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubro : 9/269, dihasankan oleh asy-syaikh Al-Albani dalam Shohihul Jami’ no : 6118 ).
Rosulullah –shollallahu ‘alaihi wa sallam-telah menghukumi bahwasanya seorang yang menjual kulit hewan kurbannya, maka tidak ada kurban baginya. Maksudnya, kurbanya tidak sah dipandang dari sisi syari’at.
Catatan :
Hadits ini telah dihasankan oleh asy-syaikh Al-Albani –rohimahullah-. Akan tetapi sebagian ahli hadits melemahkannya karena dalam sanad periwayatannya terdapat seorang rowi yang bernama Abdullah bin ‘Ayyasy Al-Mishri. Rowi ini telah dilemahkan oleh sekelompok para imam.
Seandainya hadits ini kita tetapkan dhoif, maka kandungan hukum yang ada di dalamnya masih tetap berlaku dengan dasar hadits yang sebelumnya, yakni hadits Ali bin Abi Tholib dalam Ash-shohihain.
Adapun ucapan para ulama’ dalam masalah ini sangatlah banyak, diantaranya :
Al-Imam Asy-Syafi’i –rohimahullah- berkata :
وَأَكْرَهُ بَيْعَ شيءٍ مِنْهُ وَالْمُبَادَلَةَ بِهِ ومعقولٌ مَا أُخْرِجَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يَعُودَ إِلَى مَالِكِهِ
“Dan aku memakruhkan ( maksudnya : mengharamkan ) untuk menjual sesuatu darinya ( dari hewan kurban ) dan membarter dengannya. Dan masuk akal, sesungguhnya apa yang telah dikeluarkan untuk Alloh Azza Wa Jalla tidak mungkin untuk kembali kepada pemiliknya.” ( Al-Hawi Al-Kabir : 15/119 ).
Al-Imam Al-Mawardi ( wafat : 450 H ) –rohimahullah-berkata :
أَمَّا بَيْعُ لَحْمِ الْأُضْحِيَّةِ فَلَا يَجُوزُ فِي حَقِّ الْمُضَحِّي لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا البَائِسَ الْفَقِيرَ} فَنَصَّ عَلَى أَكْلِهِ وَإِطْعَامِهِ، فَدَلَّ عَلَى تَحْرِيمِ بَيْعِهِ.وَلِأَنَّ الْأَمْوَالَ الْمُسْتَحَقَّةَ فِي الْقُرْبِ لَا يجوز للمتقرب بيعها الزكوات وَالْكَفَّارَاتُ
“A
dapun menjual daging hewan kurban, maka tidak diperbolehan pada hak orang yang berkurban berdasarkan firman Alloh : “Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” ( QS. Al-Hajj : 28 ). Alloh telah menetapkan untuk memakan dan memberikannya, maka hal ini menunjukkan akan diharamkannya untuk menjualnya. Karena harta-harta yang telah dikeluarkan untuk mendekatkan diri kepada Alloh, tidak boleh bagi seorang yang melakukannya untuk menjualnya. Seperti zakat-zakat dan kaffaroh-kaffaroh ( tebusan ).” ( Al-Hawi : 19/119-120 ).
Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi –rohimahullah- berkata :
وَجُمْلَةُ ذَلِكَ أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ بَيْعُ شَيْءٍ مِنَ الأُضْحِيَّةِ لاَ لَحْمِهَا وَلاَ جِلْدِهَا وَاجِبَةً كَانَتْ أَوْ تَطَوُّعًا لأَنَّهَا تَعَيَّنَتْ بِالذَّبْحِ قَالَ أَحْمَدُ لاَ يَبِيْعُهَا وَلاَ يَبِيْعُ شَيْئًا مِنْهَا وَقَالَ : سُبْحَانَ اللهِ كَيْفَ يَبِيْعُهَا وَقَدْ جَعَلَهَا اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ؟
“kesimpulannya, sesungguhnya tidak boleh untuk menjual sesuatupun dari bagian hewan kurban, tidak dagingnya dan tidak pula kulitnya. Baik yang hukumnya wajib atau sunnah. karena ia telah ditetapkan untuk disembelih ( karena Alloh ). Al-Imam Ahmad –rohimahullah- berkata : Tidak boleh untuk menjualnya dan tidak boleh pula untuk menjual sesuatu bagian darinya. Beliau ( Ahmad bin Hambal ) juga menyatakan : Maha suci Alloh ! bagaimana dia menjualnya sedangkan dia telah menjadikannya ( hewan kurban ) untuk Alloh ?……” ( Al-Mughni : 9/356 ).
Al-Imam Ibnu Hazm –rohimahullah- berkata :
وَلا يَحِلُّ لِلْمُضَحِّي أَنْ يَبِيعَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ بَعْدَ أَنْ يُضَحِّيَ بِهَا شَيْئًا
“Tidak halal bagi seorang yang berkurban untuk menjual sesuatu dari hewan kurbannya setelah dia ( niatkan ) untuk dikurbankanan tidak kulit, tidak bulu, tidak rambut…..” ( Al-Muhalla : 7/385-387 ).
Al-Imam Al-Qurthubi –rohimahullah- berkata :
فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ جُلُودَ الْهَدْيِ وَجِلَالَهَا لَا تُبَاعُ لِعَطْفِهَا عَلَى اللَّحْمِ وَإِعْطَائِهَا حُكْمَهُ وَقَدِ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ لَحْمَهَا لَا يُبَاعُ فَكَذَلِكَ الْجُلُودُ وَالْجِلَالُ
“Di dalam hal ini terdapat dalil atas sesungguhnya kulit dan pakaian hewan kurban tidak boleh dijual diikutkan kepada daging ( hewan kurban ) dan hukumnya. Dan para ulama’ telah bersepakat, sesungguhnya daging hewan kurban tidak boleh untuk dijual. Maka demikian pula kulit dan pakaiannya.” ( Lewat perantara kitab Fathul Bari : 3/651 ).
Kesimpulannya, diharamkan bagi orang yang berkurban atau yang mewakili ( di daerah kita dikenal dengan panitia kurban ) untuk menjual sesuatu bagian dari hewan kurbannya dengan landasan dalil-dalil serta ucapan para ulama’ yang telah disebutkan di atas.
Perhatian :
Adapun apabila hewan kurban itu telah dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, kemudian orang yang menerima tadi menjual bagiannya, maka hal ini perkara yang diperbolehkan. Karena apa yang telah dia terima sudah menjadi miliknya. Sehingga dia berhak melakukan apapun terhadap bagian hewan kurban yang dia terima. Baik mau dijual, dimasak, atau diberikan kepada orang lain lagi.
Al-Imam Al-Mawardi –rohimahullah- berkata :
فَإِذاَ أَخَذُوْاهُ لَحْمًا لَهُمْ بَيْعُهُ كَمَا يَجُوْزُ لَهُمْ بَيْعُ مَا أَخَذُوْاهُ مِنَ الزَّكَوَاتِ وَ الكَفَّارَاتِ
“Maka apabila mereka ( orang yang berhak menerima bagian dari hewan kurban ) telah mengambil ( bagian)nya berupa daging ( misalnya ), boleh bagi mereka untuk menjual ( bagian )nya, sebagaimana boleh baginya untuk menjual apa yang telah mereka ambil dari zakat-zakat dan kaffarot (tebusan-tebusan)….” (Al-Hawi Al-Kabir : 19/120).