Bolehkan Berkurban Satu Hewan Untuk Satu Keluarga

Bolehkan Berkurban Satu Hewan Untuk Satu Keluarga


Fikroh.com – Bolehkah satu hewan kurban untuk satu keluarga? Misalkan satu ekor sapi atau kambing. Sebelum menjawab pertanyaan diatas penting untuk disampaikan terlebih dahulu pengertian dan hukum kurban dalam islam.

Pengertian Kurban Secara Bahasa dan Istilah

Berkorban dalam bahasa Arab disebut dengan Al-Udhhiyyah yang arti asalnya adalah waktu Dhuha. Waktu Dhuha adalah waktu yang dimulai dari naiknya Matahari setinggi tombak kecil dan berakhir ketika Matahari mualai zawwal ( telah melenceng dari posisi di tengah-tengah langit ).

Secara istilah, berkorban adalah : Suatu hewan khusus yang disembelih di hari-hari Nahr ( penyembelihan ) dengan syarat-syarat khusus disebabkan  datangnya hari raya Idul Adhha sebagai bentuk pendekatan diri kepada Alloh.

Simak: Syarh Shohih Muslim : jilid 7 hal. 38, Taisirul ‘Allam : hal. 842 dan Asy-Syahrul Mumti’: jilid 3 hal. 339.

Berkurban adalah suatu bentuk ibadah kepada Alloh. Dalil akan disyari’atkannya, terdapat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’.

Adapun dari Al-Qur’an, adalah firman Alloh Ta’ala :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ 

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”. ( QS. Al-Kautsar : 2 ).

Adapun dari hadits Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam-ada beberapa hadits, diantaranya adalah hadits dari sahabat Anas bin Malik-rodhiallohu ‘anhu- beliau berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُضْحِيْ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صَفْحَتِهِمَا وَيَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ

“Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- berkurban dengan dua domba jantan putih yang bercampur dengan warna hitam dan bertanduk. Beliau meletakkan kakinya di atas bagian samping tengkuk keduanya, kemudian menyembelih keduanya dengan tangan beliau.” (HR. Al-Bukhori : 5344 dan Muslim: 1966 dan lafadz tersebut di atas adalah lafadz Al-Bukhori).

Para ulama’ telah bersepakat akan disyari’atkannya berkurban. Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi –rohimahullah-:

وَأَجْمَعَ المُسْلِمُوْنَ عَلَى مَشْرُوْعِيَّةِ الأُضْحِيَّةِ

“Para ulama’ muslimin telah bersepakat akan disyari’atkannya berkurban.” (Al-Mughni : 11/95).

Apa Hukum Berkurban?

Berkurban hukumnya mustahab (dianjurkan) menurut pendapat yang paling kuat. Pendapat ini adalah pendapat yang dipegangi oleh jumhur ulama’ (mayoritas ulama’). Hal ini berdasarkan beberapa dalil, diantaranya  hadits Ummu Salamah-rodhiallohu ‘anha- beliau berkata:

إِذاَ دَخَلَتِ الْعُشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضْحِيَ فَلاَ يَمُسُّ مِنْ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئاً

“Apabila telah masuk sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah dan salah satu diatara kalian menginginkan untuk berkurban, maka janganlah menyentuh kulit dan kukunya sedikitpun.” (HR. Muslim : 1977).

Sisi pendalilan dari hadits di atas adalah pada kalimat “kalian menginginkan untuk berkurban”. Kata “menginginkan” adalah sebuah indikasi yang sangat kuat bahwa perkara tersebut adalah sunnah. Karena kata ini menunjukkan ma’na ikhtiyar (adanya pilihan) antara berkurban dan tidak berkurban.

Jika wajib, tentunya tidak ada pilihan untuk menunaikannya atau tidak menunaikannya. Karena suatu yang wajib harus ditunaikan oleh seorang muslim baik dia menginginkan atau tidak. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan dalam ilmu ushul fiqh.

Bolehkah Satu Hewan Kurban Untuk Satu Keluarga?

Menurut para ulama’ Syafi’iyyah, satu hewan kurban boleh diatasnamakan satu keluarga. Dan kesunnahannya, syi’arnya serta pahalanya akan terealisasi pada mereka semua. Karena menurut mereka, hukum berkurban bersifat “sunnah kifayah” bagi satu keluarga. Imam Asy-Syafi’i –rahimahullah- (w.204 H) dalam kitab “Al-Umm” (2/243) berkata :

الضَّحَايَا سُنَّةٌ لَا أُحِبُّ تَرْكَهَا…وَلَوْ زَعَمْنَا أَنَّ الضَّحَايَا وَاجِبَةٌ مَا أَجْزَأَ أَهْلَ الْبَيْتِ أَنْ يُضَحُّوا إلَّا عَنْ كُلِّ إنْسَانٍ بِشَاةٍ أَوْ عَنْ كُلِّ سَبْعَةٍ بِجَزُورٍ وَلَكِنَّهَا لَمَّا كَانَتْ غَيْرَ فَرْضٍ كَانَ الرَّجُلُ إذَا ضَحَّى فِي بَيْتِهِ كَانَتْ قَدْ وَقَعَتْ ثَمَّ اسْمُ ضَحِيَّةٍ

“Berkurban hukumnya sunnah dan aku tidak suka meninggalkannya….seandainya kami beranggapan sesungguhnya berkurban itu wajib, maka satu keluarga tidak dianggap sah berkurban kecuali untuk setiap orang satu kambing atau untuk setiap tujuh orang dengan satu ekor onta. Akan tetapi manakala berkurban bukan wajib, maka apabila seorang berkurban di rumahnya, hal itu telah terealisasi penamaan berkurban (untuk seluruh keluarganya) di sana.”

Hal ini dijelaskan oleh Imam An-Nawawi –rahimahullah- (w.676 H) dalam kitab “Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab” (8/384) terbitan Darul Fikr beliau berkata:

قَالَ أَصْحَابُنَا التَّضْحِيَةُ سُنَّةٌ عَلَى الْكِفَايَةِ فِي حَقِّ أَهْلِ الْبَيْتِ الْوَاحِدِ فَإِذَا ضَحَّى أَحَدُهُمْ حَصَّلَ سُنَّةَ التَّضْحِيَةِ فِي حَقِّهِمْ قَالَ الرَّافِعِيُّ الشَّاةُ الْوَاحِدَةُ لَا يُضَحَّى بِهَا إلَّا عَنْ وَاحِدٍ لَكِنْ إذَا ضَحَّى بِهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ تَأَتَّى الشِّعَارُ وَالسُّنَّةُ لِجَمِيعِهِمْ قَالَ وَعَلَى هَذَا حُمِلَ مَا رُوِيَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ قَالَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ) قَالَ وَكَمَا أَنَّ الْفَرْضَ يَنْقَسِمُ إلَى فَرْضِ عَيْنٍ وَفَرْضِ كِفَايَةٍ فقد ذكر الاصحاب ان التضحية كَذَلِكَ وَأَنَّ التَّضْحِيَةَ مَسْنُونَةٌ لِكُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ هَذَا كَلَامُ الرَّافِعِيِّ * وَقَدْ حَمَلَ جَمَاعَةٌ الْحَدِيثَ المذكور على الاشتراك فِي الثَّوَابِ وَمِمَّنْ ذَكَرَ هَذَا صَاحِبُ الْعُدَّةِ وَالشَّيْخُ إبْرَاهِيمُ الْمَرْوَرُوذِيُّ

“Ashabuna (para sahabat kami) berkata : Berkurban hukumnya sunnah kifayah pada hak satu keluarga. Maka apabila salah satu mereka telah berkurban, sunnah berkurban t
elah terwujud pada hak mereka semua. Ar-Rafi’i berkata : satu ekor kambing tidak boleh dikurbankan kecuali untuk satu orang. Akan tetapi bila salah satu dari keluarga telah berkurban dengannya, maka syiar dan sunnah (berkurban) telah terwujud pda mereka semua. Beliau (Ar-Rafi’i) berkata : kepada makna inilah apa yang diriwayatkan sesungguhnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda : “Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkurban dua ekor kambing gibas seraya berkata : “Ya Allah ! terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad”. Beliau (Ar-Rafi’i) berkata : Sebagaimana kewajiban terbagai menjadi dua, yaitu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah, maka para ashab (ulama’ syafi’iyyah) menyebutkan, sesungguhnya berkurban juga demikian. Sesungguhnya berkurban hukumnya sunnah bagi setiap satu keluarga. Ini peryataan Ar-Rafi’i. Sekelompok ulama’ (Syafi’iyyah) membawa hadits yang telah disebutkan di atas kepada makna perserikatan dalam hal pahala. Diantara yang menyebutkan hal ini, adalah pengarang Al-‘Uddah dan Syaikh Ibrahim Al-Marudzi.”

Kemudian Imam An-Nawawi –rahimahullah- menyebutkan dalil mereka dalam masalah ini sebuah atsar dari Abu Ayyub Al-Anshari –radhiallahu ‘anhu- yang dikeluarkan oleh Imam Malik bin Anas –rahimahullah- dalam “Al-Muwatho’ “ beliau berkata :

كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ بَعْدُ فَصَارَتْ مُبَاهَاةً

“Kami berkurban dengan satu ekor kambing, yang disembelih oleh seorang untuk dirinya dan keluarganya. Setelah itu, manusia berbangga diri, maka jadilah hal itu sebagai kebanggaan.”

Riwayat di atas sanadnya shahih dan maknanya walaupun mauquf dari ucapan Abu Ayyub Al-Anshari, akan tetapi memiliki hukum marfu’ dari ucapan nabi. Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata :

هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَالصَّحِيحُ أَنَّ هَذِهِ الصِّيغَةَ تَقْتَضِي أَنَّهُ حَدِيثٌ مَرْفُوعٌ وَقَدْ سَبَقَ إيضَاحُهَا فِي مُقَدَّمَةِ هَذَا الشَّرْحِ وَقَدْ اتَّفَقُوا عَلَى تَوْثِيقِ هؤلاء الرواة

“Hadits ini shahih. Dan yang benar, konteks riwayat ini mengandung (hukum) sesungguhnya hal itu merupakan hadits marfu’ (dari ucapan nabi). Dan penjelasan hal ini telah berlalu di pendahuluan penjelasan ini. Mereka telah sepakat akan ketsiqahan (kepercayaan) para rawi ini.”

Senada dengan hal ini, apa yang dinyatakan oleh imam Al-Khathib Asy-Syribini –rahimahullah- (w.977 H) dalam kitab “Mughni Muhtaj” (6/123) terbitan Darul Kutub Ilmiyyah cetakan tahun: 1415 H:

قَالَ فِي الْعُدَّةِ: وَهِيَ سُنَّةٌ عَلَى الْكِفَايَةِ إنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ، فَإِذَا فَعَلَهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ كَفَى عَنْ الْجَمِيعِ

“Beliau berkata dalam “Al-‘Uddah” : Ia (berkurban) itu hukumnya sunnah kifayah jika penghuni rumah berbilang jumlahnya. Maka apabila salah satu dari penghuni rumah telah melakukannya, hal itu cukup bagi semuanya.”

Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa menambah wawasan keilmuan kita. Amin ya Rabbal ‘alamin.

About semar galieh

Check Also

Bolehkah Mengakikahi Diri Sendiri Setelah Dewasa?

Fikroh.com – Sebelumnya perlu untuk diketahui, bahwa akikah hukumnya sunah muakadah (sunah yang ditekankan), bukan …