Fikroh.com – Musim haji baru saja berlalu dengan masuknya 1 Muharam 1400 H. Tampak jamaah haji tengah mempersiapkan diri untuk kembali ke negara mereka masing-masing. Walau begitu Masjidil Haram masih dipenuhi sekitar 50.000 jamaah yang melaksanakan shalat subuh. Ketika Syeikh Muhammad As-Subayil hendak berdoa seusai shalat, segerombolan orang diantara jamaah sekonyong-konyong menginterupsi sang imam sembari menembakkan senapan ke atas langit-langit.
Gerombolan tersebut ternyata telah lama berada di Masjidil Haram menunggu momen ini terjadi. Mereka mengaturnya secara sistematis, bahkan mempersiapkan tim penerjemah. Tanpa terdeteksi pihak keamanan, peti-peti berisi senjata bisa masuk ke kawasan yang dilarang Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ membawa kemudharatan ke dalamnya walaupun jauh-jauh hari sebelum itu rumor Kekisruhan tersebut telah tersebar di khalayak ramai. Saat mencoba melawan, dua petugas keamanan yang hanya bersenjatakan pentungan tewas ditembak.
Lalu muncullah pimpinan gerombolan tersebut, seorang pendakwah baduy mantan kopral Garda Nasional Saudi yang pernah berguru kepada Syeikh Ibn Baz, Juhaiman Al-Utaibi. Dia menerobos kerumunan menuju ke depan Ka’bah diapit tiga militan bersenjata. Suasana menjadi kacau karena jamaah semakin panik saat mereka dihadang anak buah Juhaiman tatkala menyelamatkan diri. Kelompok sniper segera menaiki menara-menara Masjidil Haram sedangkan anggota lainnya menutup semua gerbang, mengatur jamaah yang terjebak di dalam sembari menyuruh mereka menggulung karpet, mengangkut senjata dari peti, membawa air, atau menyiapkan mikrofon.
Dengan percaya diri Juhaiman lantas berbicara di mikrofon menenangkan hadirin Kemudian mempersilahkan rekannya, Sayyid, berkhotbah mengenai akhir zaman yang penuh kebobrokan moral manusia, termasuk kehidupan glamor keluarga kerajaan Saudi Arabia karena persekutuannya dengan kafir Amerika, dia berkata bahwa hanya satu orang yang dapat menghentikan semuanya serta membawa dunia kepada kedamaian universal, yaitu Imam Mahdi, sosok Messianik dalam eskatologi Islam. Dan Mahdi yang ditunggu, menurut kelompok tersebut, telah ada di hadapan mereka yaitu Muhammad Abdullah Al-Quraisyi, saudara Sayyid. Juhaiman bersama pengikutnya mengklaim bahwa Muhammad bin Abdullah Al-Quraisyi memenuhi segala kriteria Mahdi dalam hadits Nabi ﷺ. Pidato Sayyid sangat mempengaruhi banyak jamaah hingga para audiens di sekeliling Masjidil Haram.
Orang-orang bersenjata itu satu per satu berbaiat kepada “ Sang Mahdi ”, membungkuk lalu mencium tangannya diikuti sebagian jamaah yang kebanyakan warga Saudi atau negara Arab lainnya. Perbuatan ini sama dengan mengakui komplotan Juhaiman sebagai pemegang kekuasaan sekaligus mengingkari pemimpin negara mereka. Desas-desus kudeta tersebar ke mancanegara, Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara menghimbau keluarga jamaah Indonesia agar tetap tenang dan bersabar menunggu info selanjutnya. Sedangkan pihak Amerika Serikat mencurigai Iran berada di belakang tragedi itu dan sebaliknya Iran serta negara-negara muslim lain menuding Amerika sebagai dalangnya. Akibatnya massa mendemo Kedubes Amerika Serikat di berbagai negara.
Kerajaan Saudi Arabia tidak tinggal diam, Raja Khalid segera mengirimkan pasukan keamanan untuk mengepung Masjidil Haram dan pasukan lain berjaga di masjid Nabawi untuk mengantisipasi jika ada peristiwa yang sama di sana. Bertepatan dengan itu, beliau mengundang tiga puluh ulama ke kediamannya untuk merundingkan persoalan ini sebab kawasan yang sedang dikepung prajuritnya ialah tempat diharamkan melakukan segala tindak kekerasan menurut syariat Islam, itulah sebabnya dinamai Masjidil Haram. Para ulama sepakat bahwa diizinkan memerangi gerombolan Juhaiman di Masjidil Haram sesuai dengan nash Al-Qur’an, tetapi mereka berpesan kepada raja agar menjadikan peristiwa ini sebagai ibrah supaya pemerintah lebih memperhatikan hukum Syariat di negaranya.
Prajurit Saudi melontarkan tembakan-tembakan kecil untuk mengaburkan konsentrasi pemberontak, tatkala hari berganti mereka bergerak ke sekitar masjid namun disambut perlawanan. Personil tambahan didatangkan dari Amerika Serikat dan Prancis yang kebanyakan sebelumnya diislamkan terlebih dahulu serta tentara Pakistan serta negara muslim lainnya, mereka dihimbau agar tidak menembak situs-situs suci di Masjidil Haram. Baku tembak semakin alot, ledakan demi ledakan bersahutan, asap besar mengepul dari kobaran api, pertumpahan darah pun tak terelakkan di hadapan Ka’bah. Sebuah perbuatan yang mungkin tidak pernah dilakukan oleh musyrikin Quraisy di masa lampau sekalipun. Ditekan militer gabungan berhari-hari, komplotan Juhaiman semakin terdesak, banyak korban berjatuhan di pihak mereka termasuk sang Mahdi palsu ikut terbunuh dalam insiden tersebut.
Juhaiman dan banyak pengikutnya terperangkap di Qabu, ruang bawah tanah Masjidil Haram dengan segala keterbatasan mereka. Sampai tanggal 4 Desember 1978 M, agen press resmi Saudi mengumumkan kesuksesan militer gabungan menangkap kelompok bersenjata atas pertolongan Allah ﷻ melalui segenap usaha. Sebanyak 60 orang militer meninggal dan 200 orang luka-luka, sementara di pihak pemberontak 75 orang tewas dan 170 orang termasuk wanita dan anak-anak ditangkap. Juhaiman berhasil ditawan lalu dijebloskan ke penjara sambil menunggu eksekusi mati.
Tanggal 9 Januari 1980 atas dasar kesepakatan para ulama, Juhaiman bersama 63 tahanan dijatuhi hukuman mati. Tapi semua belum selesai karena konflik masih berlanjut. Banyak orang masih mendemo Kedubes Amerika serikat di berbagai negara, di timur Saudi komunitas Syiah berunjuk rasa, dan penguasa Iran memiliki tema-tema baru bagi khotbahnya. Pendiri Al-Qaeda, Osama bin Laden dalam wawancaranya mengaku terpengaruh oleh kenekatan Juhaiman. Pengikut Juhaiman yang bebas dari penjara turut bergabung dalam organisasi radikal yang makin bercabang-cabang ini serta pola pikirnya diadopsi oleh ISIS. Catatan-catatan anggota mereka atau karya Juhaiman sendiri turut memotivasi orang lain melakukan banyak teror. Jadi, rentetan kejadian horor yang dilakukan kaum fundamentalis masa kini berasal dari akar yang sama, kudeta Mekkah 1979.
Juhaiman punya alasan lain dibalik aksi sabotase Masjidil Haram. Ia memandang Saudi yang didirikan berdasarkan ajaran pemurnian Islam Muhammad bin Abdul Wahhab dan perjuangan Muhammad Ibn Suud telah jatuh ke dalam cengkeraman kafir Amerika dengan mengizinkan warga mereka Bertebaran di negara Islam, mempekerjakan tenaga ahlinya, serta mengadopsi gaya hidup mereka termasuk di kalangan masyarakat Saudi.
Sedangkan para ulama Saudi waktu itu hanya bisa berdiam prihatin melihat negerinya serta sesekali mengkritik secara halus karena segan dengan keluarga kerajaan. Dengan adanya peristiwa tersebut, para ulama memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka langsung. Dalam perundingan merumuskan fatwa, tiga puluh ulama menuntut raja Khalid mengurangi pekerja asing non-muslim, menegakkan syariat Islam lebih tegas lagi, menutup tempat-tempat yang berpotensi menyebabkan maksiat, dan membatasi perempuan dalam aktivitas publik. Walhasil banyak karyawan non-muslim dipulangkan, tempat-tempat seperti bioskop, bar, casino ditutup, dan perempuan tidak lagi tampil di tayangan publik serta melarang mereka mengemudikan kendaraan hingga beberapa tahun mendatang kebijakan tersebut berubah lagi di bawah pimpinan raja baru Saudi Arabia. Wallahu A’lam Bisshawab.
Mekkah, Selasa 20 November 1979 M.
Referensi: Trofimov, Yaroslav. 2007. Kudeta Mekkah: sejarah yang tak terkuak. Jakarta: Pustaka Alv
abet.
Oleh: Abu Bakar Ibn Ghazali Al-Kailandari