Fikroh.com – Apa hukum memakai behel untuk merapikan gigi dalam Islam? Saya mau menanyakan hukumnya merapikan gigi anak saya, karena giginya tumbuh tidak beraturan. Apakah berdosa jika merapikan gigi? Mohon penjelasannya. Jazakumullah khoiron.
Jawab : Merapikan gigi diperbolehkan jika memang hal itu dibutuhkan. Seperti gigi yang tumbuh tidak beraturan. Juga diperbolehkan untuk merengangkan gigi karena terlalu rapat sehingga menimbulkan peradangan atau sakit. Atau meratakan gigi yang terlalu maju ke depan dan yang semisalnya.
Pada intinya, melakukan usaha untuk menghilangkan cacat pada anggota tubuh diperbolehkan. Hal ini berdasarkan sebuah riwayat :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ طَرَفَةَ، أَنَّ جَدَّهُ عَرْفَجَةَ أُصِيبَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ، فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ، ” فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Dari Abdurrahman bin Tharafah bahwa kakeknya, Arfajah, hidungnya terlepas pada masa jahiliyah pada peristiwa kulab, maka ia pun memasang hidung yang terbuat dari perak, dan akhirnya hidungnya itu membusuk. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruhnya untuk memasang hidung dari emas”. [HR. Abu Dawud : 4232 ,At-Tirmidzi : 1770, Ahmad : 31/344 dan selainnya. Dan sanadnya dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani –rohimahullah-].
Hadits di atas di dalamnya terdapat dalil, sesungguhnya menghilangkan cacat atau menghilangkan ganguan sakit atau yang semisalnya pada anggota tubuh itu diperbolehkan. Karena nabi-shollalahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan ‘Arfajah bin As’ad untuk menambal hidungnya yang putus dengan emas. Jika hal ini dilarang, tentu beliau –shollallahu ‘alaihi wa sallam- tidak akan memerintahkan.
Maka diqiyaskan kepada hal ini seluruh perkara yang masuk dalam katagori menghilangkan atau memperbaiki cacat yang ada pada tubuh. Semua ini diperbolehkan.
Adapun melakukan usaha untuk memperindah sesuatu yang asalnya tidak cacat atau normal dalam rangka untuk memperindah atau mempercantik diri saja, maka ini dilarang. Seperti merengangkan gigi untuk lebih agar lebih cantik, sulam alis untuk terlihat lebih bagus dan indah, atau operasi plastik, dan yang semisalnya. Faidah ini disebutkan oleh Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin –rohimahullah- dalam “Majmu’ Fatawa” : [17/22].
Telah diriwayatkan dari Masruq, sesungguhnya beliau berkata :
عَنْ مَسْرُوقٍ، أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى ابْنِ مَسْعُودٍ، فَقَالَتْ: أُنْبِئْتُ أَنَّكَ تَنْهَى عَنِ الْوَاصِلَةِ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَقَالَتْ: أَشَيْءٌ تَجِدُهُ فِي كِتَابِ اللَّهِ، أَمْ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: أَجِدُهُ فِي كِتَابِ اللَّهِ، وَعَنْ رَسُولِ اللَّهِ، فَقَالَتْ: وَاللَّهِ لَقَدْ تَصَفَّحْتُ مَا بَيْنَ دَفَّتَيِ الْمُصْحَفِ، فَمَا وَجَدْتُ فِيهِ الَّذِي تَقُولُ قَالَ: فَهَلْ وَجَدْتِ فِيهِ: {مَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا} [الحشر: 7] ، قَالَتْ: نَعَمْ [ص:58]، قَالَ: فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «نَهَى عَنْ النَّامِصَةِ وَالْوَاشِرَةِ وَالْوَاصِلَةِ وَالْوَاشِمَةِ إِلَّا مِنْ دَاءٍ» ، قَالَتِ الْمَرْأَةُ: فَلَعَلَّهُ فِي بَعْضِ نِسَائِكَ؟ قَالَ لَهَا: ادْخُلِي، فَدَخَلَتْ ثُمَّ خَرَجَتْ، فَقَالَتْ: مَا رَأَيْتُ بَأْسًا، قَالَ: مَا حَفِظْتُ إِذًا وَصِيَّةَ الْعَبْدِ الصَّالِحِ: {وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ} [هود: 88]
“Dari Masruq bahwa seorang wanita datang kepada Ibnu Mas’ud seraya berkata; Aku mendapatkan kabar bahwa engkau melarang menyambung (rambut), ia menjawab; Ya. Ia bertanya; Apakah hal itu engkau dapatkan dari Kitabullah atau engkau mendengarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia menjawab; Aku mendapatkan dari Kitabullah dan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia (wanita itu) berkata; Demi Allah, membuka seluruh isi mushaf namu aku tidak mendapatkan apa yang engkau katakana. Ia bertanya; Apakah engkau mendapatkan di dalamnya ayat: (Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah), ia menjawab; Ya, ia berkata; Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mencabut alis, meratakan gigi, menyambung rambut dan membuat tato, melainkan itu merupakan penyakit. Wanita itu berkata; Semoga ini diturunkan di sebagian istrimu. Ia mengatakan kepadanya; Masuklah. Ia pun masuk kemudian keluar lagi seraya berkata; Aku memandangnya tidak apa-apa. Ia berkata; Kalau begitu aku tidak hafal wasiat seorang hamba shalih: (Dan Aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang Aku larang)”. [HR. Ahmad : 7/57 dan selainnya dan lafadz di atas lafadz Ahmad dan sanadnya shohih dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani –rohimahullah].
Sisi pendalilannya pada kalimat : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mencabut alis, meratakan gigi, menyambung rambut dan membuat tato, melainkan itu merupakan penyakit.”.
Hal-hal ini pada asalnya dilarang, terkecuali jika ada hajat kepadanya seperti sakit atau menghilangkan ganguan dan cacat.
Demikian jawaban dari kami untuk pertanyaan apa hukum memakai behel untuk merapikan gigi dalam Islam. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Barokallahu fiikum.
Abdullah bin Abdurrahman Al-Jirani –hafidzohullah