Hukum Menindik Telinga Anak Perempuan dalam Islam

Hukum Menindik Telinga Anak Perempuan dalam Islam


Fikroh.com – Apa hukum menindik telinga anak perempuan dalam pandangan Islam? Pendapat yang rajih (kuat) bahwa menindik telinga perempuan adalah diperbolehkan, berdasarkan fakta bahwa shahabiyaat wanita banyak yang memakai perhiasan anting-anting di telinga mereka. Misalnya dapat kita baca di haditsnya Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwa beliau berkata :

ﺧَﺮَﺝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﺼَﻠَّﻰ ﺛُﻢَّ ﺧَﻄَﺐَ – ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺬْﻛُﺮْ ﺃَﺫَﺍﻧًﺎ ﻭَﻻ ﺇِﻗَﺎﻣَﺔً – ﺛُﻢَّ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀَ ﻓَﻮَﻋَﻈَﻬُﻦَّ ﻭَﺫَﻛَّﺮَﻫُﻦَّ ﻭَﺃَﻣَﺮَﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﻓَﺮَﺃَﻳْﺘُﻬُﻦَّ ﻳَﻬْﻮِﻳﻦَ ﺇِﻟَﻰ ﺁﺫَﺍﻧِﻬِﻦَّ ﻭَﺣُﻠُﻮﻗِﻬِﻦَّ ﻳَﺪْﻓَﻌْﻦَ ﺇِﻟَﻰ ﺑِﻼﻝٍ ﺛُﻢَّ ﺍﺭْﺗَﻔَﻊَ ﻫُﻮَ ﻭَﺑِﻼﻝٌ ﺇِﻟَﻰ ﺑَﻴْﺘِﻪِ .

“Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, maka beliau shalat, kemudian berkhutbah, tanpa terdengar adzan ataupun iqamah, kemudian mendatangi para wanita.  Beliau menasehati dan mengingatkan,  serta memerintahkan mereka untuk bersedekah, maka saya melihat mereka mengulurkan tangan ke telinga-telinga dan leher-leher mereka (untuk mencopot perhiasan) dan memberikannya kepada Bilal. Kemudian beliau dan Bilal pergi menuju rumah beliau.” (Muttafaqun alaih).

Begitu juga kisah Abu dan Ummu Zar’in yang Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ceritakan kepada Aisyah radhiyallahu anha :

ﻗَﺎﻟَﺖْ ﺍﻟْﺤَﺎﺩِﻳَﺔَ ﻋَﺸْﺮَﺓَ : ﺯَﻭْﺟِﻲ ﺃَﺑُﻮ ﺯَﺭْﻉٍ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﺯَﺭْﻉٍ ﺃَﻧَﺎﺱَ ﻣِﻦْ ﺣُﻠِﻲٍّ ﺃُﺫُﻧَﻲَّ … 

“…berkatalah wanita yang kesebelas : “Suamiku adalah Abu Zar’in, siapakah Abu Zar’in itu? Dialah  yang memberatkan telingaku dengan perhiasan (sampai bergerak-gerak)..” (Muttafaqun alaih).

Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud bi Ahkaamil Maulud” (hal. 209) berkata :

أما أذن الْبِنْت فَيجوز ثقبها للزِّينَة نَص عَلَيْهِ الإِمَام أَحْمد وَنَصّ على كَرَاهَته فِي حق الصَّبِي وَالْفرق بَينهمَا أَن الْأُنْثَى محتاجة للحلية فثقب الْأذن مصلحَة فِي حَقّهَا بِخِلَاف الصَّبِي

“Adapun telinga anak perempuan maka boleh ditindik untuk berhias, hal ini diucapkan oleh Imam Ahmad dan ternashkan juga dari beliau makruhnya hal tersebut bagi bayi laki-laki. Perbedaannya adalah karena perempuan butuh untuk berhias dengan mengenakan perhiasan, maka dilobangi telinganya sebagai maslahat untuk dirinya, berbeda dengan bayi laki-laki” -selesai-.

Adapun terkait hukum taklifinya, maka terdapat sebuah hadits yang mengindikasikan bahwa menindik anak perempuan adalah sunnah, sebagaimana hadits Ibnu Abbas secara  mauquf dalam riwayat Imam ath-Thabarani didalam “al-Mu’jam al-Ausath” (no. 574) :

ﺳَﺒْﻌَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴُّﻨَﺔِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﺒِﻲِّ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﺴَّﺎﺑِﻊِ : ﻳُﺴَﻤَّﻰ ، ﻭﻳُﺨْﺘَﻦُ ، ﻭَﻳُﻤَﺎﻁُ ﻋَﻨْﻪُ ﺍﻷَﺫَﻯ ، ﻭﺗُﺜْﻘَﺐُ ﺃُﺫُﻧُﻪُ ، ﻭَﻳُﻌَﻖُّ ﻋَﻨْﻪُ ، ﻭَﻳُﺤْﻠَﻖُ ﺭَﺃْﺳُﻪُ ، ﻭﻳُﻠَﻄَّﺦُ ﺑِﺪَﻡِ ﻋَﻘِﻴﻘَﺘِﻪِ ، ﻭَﻳُﺘَﺼَﺪَّﻕُ ﺑِﻮَﺯْﻥِ ﺷَﻌَﺮِﻩِ ﻓِﻲ ﺭَﺃْﺳِﻪِ ﺫَﻫَﺒًﺎ ﺃَﻭْ ﻓِﻀَّﺔً

“Tujuh hal yang merupakan sunnah bagi bayi pada usia 7 harinya : …menindik telinganya….”.

Asy-Syaikh al-Albani dalam “Tamaamul Minnah” (hal. 68) berkata :

“Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam “al-Ausath” (1/334/562). Al-Haitsami dalam “al-Majma'” (4/59) berkata : “para perowinya tsiqoot”.

Adapun al-Hafidz dalam “al-Fath” (9/483) berkata : “diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam “al-Ausath” didalam sanadnya ada kelemahan”.

aku (al-Albani) berkata : “pendapat Al hafidz yang benar, karena didalam sanadnya ada perowi yang bernama Rawaad bin al-Jaraah, beliau ada kelemahan, sebagaimana dinilai oleh adz-Dzahabi dalam “al-Kaasyif”” -selesai-.

Karena haditsnya lemah, maka penetapan hukum menindik ini sebagai sunnah tidaklah valid, sehingga hukumnya hanya sekedar mubah saja.

Kemudian apakah diberikan pahala jika melakukan perbuatan ini? Bisa saja kami katakan berpahala secara umum, baik dari sisi ayah sang anak atau suami sang istri yang memberikan perhiasan anting-anting untuk menyenangkan anak perempuan atau istrinya, ini adalah pemberian yang baik. Ataupun dari sisi anak perempuan yang kelak ia bisa tampil syantiq didepan suaminya dengan perhiasan yang dimilikinya.

Adapun terkait menindik hidung, al-‘Alamah ibnu Utsaimin rahimahullah pernah berfatwa :

ﻭﺃﻣﺎ ﺛﻘﺐ ﺍﻷﻧﻒ : ﻓﺈﻧﻨﻲ ﻻ ﺃﺫﻛﺮ ﻓﻴﻪ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻛﻼﻣﺎً ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻓﻴﻪ ﻣُﺜﻠﺔ ﻭﺗﺸﻮﻳﻪ ﻟﻠﺨﻠﻘﺔ ﻓﻴﻤﺎ ﻧﺮﻯ ، ﻭﻟﻌﻞ ﻏﻴﺮﻧﺎ ﻻ ﻳﺮﻯ ﺫﻟﻚ ، ﻓﺈﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻓﻲ ﺑﻠﺪ ﻳﻌﺪ ﺗﺤﻠﻴﺔ ﺍﻷﻧﻒ ﻓﻴﻬﺎ ﺯﻳﻨﺔ ﻭﺗﺠﻤﻼً ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﺜﻘﺐ ﺍﻷﻧﻒ ﻟﺘﻌﻠﻴﻖ ﺍﻟﺤﻠﻴﺔ ﻋﻠﻴﻪ 

“Adapun menindik Hidung, maka aku belum bisa menyebutkan pendapat ulama tentangnya, namun ini adalah semisal perkara menindik telinga…jika perempuan di negerinya menganggap menaruh anting di hidung adalah perhiasan dan menambah kecantikan, maka tidak mengapa menindik hidung untuk meletakkan perhiasan padanya”. -selesai-. Wallahu a’lam bish-Shawaab

Oleh: Abu Sa’id Neno Triyono

About semar galieh

Check Also

Bolehkah Mengakikahi Diri Sendiri Setelah Dewasa?

Fikroh.com – Sebelumnya perlu untuk diketahui, bahwa akikah hukumnya sunah muakadah (sunah yang ditekankan), bukan …