Fikroh.com – Waktu pelaksanaan takbir muqayyad iedul adha menurut mazhab syafi’i. Al-Imam Yahya bin Abi al-Khoir al-‘Imrâniy asy-Syâfi’iy (w. 558 H) rahimahullah dalam kitabnya “al-Bayân fî Mazhab al-Imam asy-Syâfi’iy” (II/655) menyebutkan 3 pendapat dikalangan internal mazhab Syafi’i terkait awal dan akhir waktu pelaksanaan takbir Muqayyad pada hari raya Iedul Adha sebagai berikut :
1. Mulai setelah Sholat Zhuhur pada tanggal 10 Dzulhijjah sampai setelah sholat Subuh tanggal 13 Dzulhijjah. Jadi totalnya ada 15 sholat yang dilaksanakan takbir Muqayyad. Kemudian al-Imam mengatakan ini adalah pendapat yang benar dalam mazhab, diriwayatkan juga dari Utsman, Ibnu Umar, Zaid bin Tsâbit dan Ibnu Abbas radhiyallahu anhum serta ini adalah pendapatnya al-Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal rahimahumâllah.
2. Mulai setelah Maghrib malam Iedul Adha sampai setelah Subuh tanggal 13 Dzulhijjah. Maka berarti ada 18 sholat yang dilakukan takbir muqayyad.
3. Mulai setelah Subuh hari Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah Ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Kata al-Imam ini diriwayatkan dari Umar, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhumâ dan ini menjadi pendapatnya al-Imam Sufyan ats-Tsauriy, Ahmad dalam salah satu riwayar, Ishaq bin Rahawaih, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan asy-Syaibâniy dan pilihan Ibnul Mundzir rahimahumullah.
Adapun al-Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya “Raudhah ath-Thâlibîn” (II/80) membagi takbir muqayyad Iedul Adha untuk jamaah haji dan selain jamaah haji. Untuk jamaah haji maka mulai takbir muqayyad setelah Zhuhur tanggal 10 Dzulhijjah sampai setelah Subuh tanggal 13 Dzulhijjah.
Adapun untuk selain jamaah haji, maka beliau merinci sama persis seperti yang dirinci oleh al-Imam Yahya al-‘Imrâniy rahimahullah diatas, hanya saja al-Imam Nawawi merajihkan pendapat yang ketiga yaitu mulai setelah Subuh 9 Dzulhijjah sampai setelah Ashar 13 Dzulhijjah. Beliau berkata :
وَهُوَ الْأَظْهَرُ عِنْدَ الْمُحَقِّقِينَ، لِلْحَدِيثِ. – وَاللَّهُ أَعْلَمُ -.
“Pendapat Ini lebih nampak jelas menurut kalangan Muhaqqiqîn berdasarkan hadits.” -Wallahu A’lam-.
Yang dimaksud hadits diatas adalah haditsnya Jâbir radhiyallahu anhu secara marfu’ yang statusnya dhoif sebagaimana telah kami jelaskan pada tulisan kami sebelumnya.
Apa yang dirajihkan oleh al-Imam Nawawi rahimahullah terkait takbir muqayyad Iedul Adha untuk selain jamaah haji, inilah yang diklaim oleh penulis kitab al-Fiqh ‘alâ Madzhâhib al-Arba’ah dalam menyebutkan pendapat Syafi’iyyah terkait takbir muqayyad, namun untuk jamaah haji, saya tidak tahu penulisnya mengambil darimana, karena sang penulis, yaitu asy-Syaikh Abdur Rahman al-Jazairiy rahimahullah berkata (I/324) :
ووقته لغير الحاج من فجر يوم عرفة إلى غروب شمس اليوم الثالث من أيام التشريق، وهي ثلاثة أيام بعد يوم العيد، أما الحاج فإنه يكبر من ظهر يوم النحر إلى غروب آخر أيام التشريق
“Waktu takbir untuk SELAIN JAMAAH HAJI, mulai dari Subuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) sampai tenggelamnya matahari pada hari ketiga dari hari tasyrik, yaitu 3 hari setelah hari raya Iedul Adha.
Adapun untuk JAMAAH HAJI, maka mulai takbirnya setelah Zhuhur pada hari penyembelihan (10 Dzulhijjah) sampai tenggelam akhir hari Tasyrik (13 Dzulhijjah).” -selesai-.
Yang rajih -wallahu a’lam- adalah apa yang dirajihkan oleh al-Imam Nawawi rahimahullah terkait dengan takbir muqayyad Iedul Adha bagi selain jamaah haji, yaitu mulai bertakbir muqayyad setelah Subuh pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) sampai setelah Ashar pada akhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah).
Saya mengandalkan penelitian asy-Syaikh Zakariyâ bin Ghulâm Qâdir al-Bâkistâniy hafizhahullah dalam kitabnya “Mâ Shohhâ min Atsâr ash-Shahâbah fî al-Fiqh”, karena beliau telah meneliti atsar-atsar dari para sahabat terkait permasalahan fiqhiyyah, apa yang beliau tuangkan dalam kitabnya ini adalah khusus yang sanadnya telah terverifikasi menurut beliau valid untuk dijadikan hujjah, sehingga selain itu berarti sanadnya tidak valid alias dhoif dan ini saya dapati kurang diperhatikan oleh sebagian fuqaha ketika menukil pendapat dari sahabat asalkan ada nukilan riwayat dari sahabat langsung mereka klaim sebagai pendapat shahabi tersebut, padahal setelah diteliti sanadnya lemah.
Terkait riwayat yang shahih, maka asy-Syaikh Zakariyâ hafizhahullah telah menemukan 3 atsar dari shahabi terkait dengan takbir yang kita bahas (hal. 502-503), sebagai berikut :
1. Dari Syaqîq beliau berkata :
كَانَ عَليّ يكبر بعد الْغَدَاة يَوْم عَرَفَة الى اخر ايام التَّشْرِيق يكبر بعد الْعَصْر ثمَّ يقطع
“Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu biasanya bertakbir setelah sholat Subuh pada hari Arafah sampai akhir hari tasyrik, beliau bertakbir sampai setelah Ashar lalu berhenti.”
(HR. Ibnu Abi Syaibah (II/165), Ibnul Mundzir (IV/301) dan Masail Imam Ahmad dari riwayat Abdullah (no. 129), dishahihkan oleh asy-Syaikh hafizhahullah).
Sekaligus juga ada tambahan faedah dalam Masail Abdullah, beliau bertanya kepada bapaknya yaitu al-Imam Ahmad rahimahumâllah :
سَأَلت ابي عَن تَكْبِير ايام التَّشْرِيق
“aku bertanya kepada bapakku tentang takbir pada hari Tasyrik?”.
فَقَالَ من غَدَاة عَرَفَة الى آخر ايام التَّشْرِيق وايام التَّشْرِيق ثَلَاثَة ايام بعد يَوْم النَّحْر يكبر الى الْعَصْر ثمَّ يقطع وَهَذَا تَكْبِير عَليّ بن ابي طَالب قَالَ ابي وَنحن نَأْخُذ بِهَذَا
Beliau menjawab : “mulai dari sholat Subuh pada hari Arafah sampai akhir hari Tasyrik, yaitu 3 hari setelah hari raya kurban, ia bertakbir sampai Ashar lalu berhenti. Ini adalah takbirnya Ali bin Abi Thâlib radhiyallahu anhu.”
Bapakku berkata : “kami mengambil pendapat ini.”
2. Dari Ibrahim ia berkata :
كَانَ عَبْدُ اللهِ يَقُولُ: «التَّكْبِيرُ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ إِلَى بَعْدِ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ النَّحْرِ»
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata : “takbir pada hari-hari tasyrik adalah (dimulai) setelah sholat Subuh hari Arafah sampai setelah Ashar terhitung dari setelah hari raya kurban.”
(HR. Ath-Thabarani dalam “al-Mu’jam al-Kabîr” (IX/9537) dengan sanadnya yang dishahihkan oleh asy-Syaikh).
3. Atsar Ibnu Abbas radhiyallahu anhumâ :
أَنَّهُ كَانَ يُكَبر مِنْ غَدَاةِ عَرَفَةَ إِلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ. وَكَانَ لَا يُكَبِّرُ فِي الْمَغْرِبِ….
“bahwa beliau radhiyallahu anhumâ bertakbir mulai dari Subuh hari Arafah sampai akhir hari Tasyrik dan beliau tidak bertakbir pada Maghrib (akhir hari Tasyrik)…”
(Al-Mathâlib, I/306, dishahihkan oleh asy-Syaikh hafizhahullah).
< p>Catatan :
Uniknya yang diamalkan oleh masyarakat tanah air, sebatas yang saya lihat, mereka mulai takbir baik mutlak maupun muqayyad pada Iedul Adha, mulainya setelah Maghrib malam hari raya. Al-Imam Yahya al-‘Imrâniy hanya menyebutkan dalil mulainya dengan waktu ini, karena diqiyaskan dengan takbir pada hari raya Iedul Fitri, beliau tidak menyebutkan satupun atsar shahabi yang mendukung pendapat ini.
Oleh: Abu Sa’id Neno Triyono