Kebodohan Adalah Biang Segala Kerusakan

Kebodohan Adalah Biang Segala Kerusakan


Fikroh.com – Tahukah anda, bahwa kebodohan merupakan pangkal segala kerusakan di muka bumi ini. Namun sedikit sekali diantara kita yang mau menyadari dan mengambil pelajaran dari dampak ini.

Secara definisi, Al-Jahlu (kebodohan) bisa ditinjau dari sisi bahasa memiliki dua ma’na: Pertama, lawan dari ilmu, dan yang kedua, ringan dan lawan dari tenang.  Adapun secara istilah, kebodohan adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Al-Jurjani –rohimahullah – :

الجَهْلُ: هُوَ اِعْتِقَادُ الشَّيِءِ عَلَى خِلاَفِ مَا هُوَ عَلَيْهِ

“Kejahilan adalah keyakinan terhadap sesuatu  yang menyelisihi kenyataannya”.

Kejahilan terbagai menjadi dua macam:

  • Al-Jahlul Basith (kebodohan yang sederhana) adalah: ketidaktahuan terhadap sesuatu yang sangat jelas.
  • Al-Jahlul Murakkab (kebodohan yang parah) adalah: Suatu ungkapan dari keyakinan yang kuat yang tidak mencocoki kenyataan yang ada.
[Simak: Maqoyisul Lughoh: 1/489, At-Ta’riifaat: 80-81 lewat perantara kitab: Nadhrotun Na’im Fi Makarimi Akhaliqi Rosulil Karim: 9/3467].

Kejahilan merupakan penyakit yang membinasakan. Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ibnul Qoyyim –rohimahullah- :

وَالْجَهْلُ دَاءٌ قَاتِلٌ وَشِفَاؤُهُ … أَمْراَنِ فِيْ التَّرْكِيْبِ مُتَّفِقَانِ

نَصٌّ مِنَ القُرآنِ أَوْ مِنْ سُنَّةٍ … وَطَبِيْبُ ذَاكَ العَالِمُ الَّربَّانِيْ

“Kejahilan merupakan penyakit yang membinasakan dan obatnya

Dua perkara yang sama dalam susunannya

Teks (dalil) dari Al-Qur’an atau dari Sunnah

Dokter dari hal itu adalah Alim Robbani (ulama’)”.

[An-Nuuniyyah atau Kasyifatusy- Syafiyah Lintishoril Firqotun Najiyyah : 265]

Bahkan seluruh kerusakan yang ada di muka bumi ini, asalnya disebabkan oleh  kebodohan. Dan sebaliknya seluruh kebaikan disebabkan oleh ilmu.Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnul Qoyyim –rohimahullah- :

فَأَصْلُ كُلِّ خَيْرٍ: هُوَ العِلْمُ وَالْعَدْلُ، وَأَصْلُ كُلِّ شَرٍّ: هُوَ الجَهْلُ وَالظُّلْمُ

“Maka pokok seluruh kebaikan adalah ilmu dan keadilan, dan pokok seluruh kejelekan adalan kejahilan dan kedzoliman.”.[Ighotsatul Lahfan Min Mashoidisy Syaithon : 2/137].

Seorang yang berbicara dalam urusan agama tanpa ilmu, maka dia dihukumi seorang yang telah berdusta walaupun dia tidak menyengaja untuk berdusta. Sebagaimana telah dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rohimahullah- :

وَمَنْ تَكَلَّمَ فِي الدِّينِ بِلَا عِلْمٍ كَانَ كَاذِبًا، وَإِنْ كَانَ لَا يَتَعَمَّدُ الْكَذِبَ كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ، «عَنْ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَمَّا قَالَتْ لَهُ سُبَيْعَةُ الْأَسْلَمِيَّةُ وَقَدْ تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا، سَعْدُ بْنُ خَوْلَةَ، فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، فَكَانَتْ حَامِلًا فَوَضَعَتْ بَعْدَ مَوْتِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ قَلَائِلَ، فَقَالَ لَهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بَعْكَكَ: مَا أَنْتِ بِنَاكِحَةٍ حَتَّى يَمْضِيَ عَلَيْك آخِرُ الْأَجَلَيْنِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: كَذَبَ أَبُو السَّنَابِلِ بَلْ حَلَلْت فَانْكِحِي

“Dan barang siapa yang berbicara dalam urusan agama tanpa ilmu, dia seorang pendusta walaupun tidak menyengaja untuk berdusta. Sebagaimana telah tsabit dalam Ash-Shohihain dari Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- tatkala Subai’ah Al-Aslamiyyah berkata kepada beliau dalam keadaan suaminya, yaitu Sa’ad bin Khaulah telah meninggal dunia di Hajjatul Wada’ (haji perpisahan). Dan dia (Subai’ah) dalam keadaan hamil kemudian dia melahirkan beberapa malam setelah kematian suaminya. Maka Abu Sanabil bin Ba’kak berkata kepadanya : “Engkau belum boleh menikah sampai telah lewat satu dari masa Iddah yang terlama”. Maka Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- berkata : “Telah berdusta Abu Sanabil ! bahkan telah halal bagimu maka hendaknya kamu menikah !”. [Majmu’ Fatawa : 1/191].

Maka seluruh kerusakan, kebinasaan, kema’siatan, dan kesesatan disebabkan oleh kejahilan (kebodohan). Oleh karena itu, cukuplah ini menjadi peringatan bagi kita semua akan bahayanya kebodohan dan orang-orang yang bodoh. Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang bodoh sebagai rujukan dalam masalah agama. Karena mereka sesat dan sekaligus menyesatkan orang lain. Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”. [HR. Al-Bukhari: 100 dan Muslim : 2673 dari sahabat Abdullah bin Amer bin Al-Ash].

Abu Anas Abdullah bin Abdurrahman Al-Jirani -hafidzohullah-

About semar galieh

Check Also

Bolehkah Mengakikahi Diri Sendiri Setelah Dewasa?

Fikroh.com – Sebelumnya perlu untuk diketahui, bahwa akikah hukumnya sunah muakadah (sunah yang ditekankan), bukan …