Fikroh.com – Ada yang bertanya, mengapa kita ikut-ikutan sibuk memikirkan penyerangan yang terjadi atas Masjidil Aqsha dan tempat-tempat lain di bumi Palestina? Kepada siapa saya berpihak? Apakah saya berpihak kepada Hamas ataukah peduli karena alasan kemanusiaan? Jawaban saya sederhana. Tidak. Saya tidak berpihak kepada segala yang disebutkan. Berkenaan dengan Baitul Maqdis, urusan saya adalah melalukan segenap upaya agar saya tidak menghadapi masalah di Yaumul Hisab –semoga Allah Ta’ala bebaskan saya dari hisab—karena mengabaikan apa yang terjadi di Baitul Maqdis dan sisi Baitul Maqdis, sedang petunjuk Nabi ﷺ sudah sangat jelas.
RasuluLlah ﷺ bersabda:
لاَ تَزَالُ طَاِئفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ لِعَدُوِّهِمْ قَاهِرِيْنَ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلاَّ مَا أَصَابَهُمْ مِنَ اْلأَوَاءِ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَالِكَ قَالُوْا ياَ رَسُوْلَ اللهِ وَأَيْنَ هُمْ؟ قَالَ بَيْتُ الْمُقَدَّسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمُقَدَّسِ
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku kelompok yang selalu menolong kebenaran atas musuh mereka. Orang-orang yang menyelisihi mereka tidak akan membuat mereka goyah kecuali orang yang tertimpa musibah al-awa` (cobaan) sampai datang kepada mereka ketetapan Allah (pertolongan Allah) dan mereka tetap (teguh) dalam keadaan demikian. Mereka bertanya, ‘Ya RasulaLlah, dimanakah mereka?’ Beliau menjawab, ‘Baitul Muqaddas dan sisi Baitul Muqaddas.’” (HR. Ahmad).
Saya mengawali dengan hadis ini karena menyebut secara khusus Baitul Maqdis dan sisi Baitul Maqdis sehingga tidak ada alamat lain kecuali mereka yang berjuang menolong kebenaran atas musuh mereka. Hadis ini menunjukkan kelompok –bukan orang per orang—yang menolong kebenaran dan mereka di Baitul Maqdis serta sisi Baitul Maqdis itu akan senantiasa ada, termasuk zaman ini di masa kita dapat melihat peristiwa dengan lebih mudah. Tidak ada satu pun perkataan dalam hadis tersebut yang mengecualikan zaman kita dari zaman yang lain. Tidak ada.
Maka pilihan kita hanya ada dua, yakni membenarkan perjuangan mereka atau menyelisihi mereka. Dan sekedar tidak menyelisihi mereka merupakan selemah-lemah sikap disebabkan sakitnya iman kita. Adapun jika kita memperhatikan hadis lain yang konteksnya lebih luas (dalam hal ini berkaitan dengan al-jama’ah), sebagaimana hadis dari Hudzaifah al-Yamani, maka kita hanya mempunyai tiga pilihan, yakni membenarkan perjuangan orang-orang yang sedang menolong kebenaran atas musuh mereka di Baitul Maqdis dan sisi Baitul Maqdis, menyelisihi mereka (خَالَفَهُمْ) atau yang lebih buruk lagi dari itu, yakni menghinakan memusuhi dan menjelek-jelekkan mereka (خَذَلَهُمْ). Sebagian ulama menyatakan bahwa maknanya bukan secara khusus Baitul Maqdis, melainkan kepada negeri Syam secara luas. Adapun Baitul Maqdis merupakan bagian dari negeri Syam yang kelak akan menyatu kembali.
RasuluLlah ﷺ bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Akan senantiasa ada sekelompok orang di antara ummatku yang menang di atas kebenaran, tidaklah membahayakan mereka orang yang menghinakan (menyia-nyiakan) mereka hingga datang ketetapan Allah sementara mereka senantiasa berada dalam keadaan demikian.” (HR Muslim).
Lalu siapakah yang menyelisihi para penolong kebenaran itu pada saat mereka harus menghadapi musuh di Baitul Maqdis serta sisi Baitul Maqdis? Siapa pula yang berpaling sehingga turut menyelisihi mereka? Sebagian dari muslimin yang mereka tertimpa musibah al-awa. Mereka bukan membantu, melainkan menyelisihi. Mereka bukan menolong, melainkan justru menghinakan dan menyerukan muslimin lainnya untuk tidak memberikan pertolongan, bahkan bantuan paling sederhana, bahkan justru sebaliknya menghinakan dan memusuhi mereka. Maka jika kelak ada yang mencemooh orang-orang yang berjuang menolong kebenaran di Baitul Maqdis dan sisi Baitul Maqdis, tak perlu bersedih tak pula bersusah hati, melainkan justru kuatkanlah keyakinan karena ini menunjukkan bahwa hadis Nabi ﷺ benar. Tidak melenceng sedikit pun, tidak pula meleset.
RasuluLlah ﷺ bersabda:
لاَ يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذلِكَ
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang menghinakan mereka (خَذَلَهُمْ) dan orang yang menyelisihi mereka (خَالَفَهُمْ) sampai datang ketetapan Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebenarnya cukup luas bentangan pembahasan mengenai hadis tersebut, sebagaimana perbedaan pendapat apakah itu hanya mencakup Baitul Maqdis saja ataukah lebih luas lagi. Para ulama menunjukkan bahwa maksudnya adalah negeri Syam, dan Baitul Maqdis merupakan bagian dari negeri Syam secara keseluruhan. Di luar itu, saya hanya ingin mengingatkan kembali bahwa dua hadis terakhir ini konteksnya lebih luas. Tidak secara khusus berkenaan dengan Baitul Maqdis, melainkan terutama berkaitan dengan al-jama’ah. Tetapi kedua perlu kita ingat dan renungi karena memperjelas pembahasan kita.
Di luar itu, bahkan seandainya tidak ada kaitan sama sekali dengan Baitul Maqdis maupun Ahlusy Syam secara lebih luas, tetaplah setiap muslim dengan muslim lainnya ibarat satu tubuh; ibarat satu bangunan yang hendaknya saling mengokohkan satu sama lain. Terlebih ketika ada seorang kehormatannya dilanggar dan martabat mereka diinjak-injak, maka seburuk-buruk keadaan adalah membiarkan kezaliman itu terjadi. Tidak membelanya, tidak pula mengingkari kezaliman itu dalam hati –yang ini selemah-lemah iman, tetapi masih memiliki kepedulian— dan tidak pula ingin menolongnya. Dan tidaklah seseorang merasa tenang, apalagi merasa senang, melihat saudara-saudaranya seiman dilanggar kehormatannya kecuali karena dirinya tertimpa musibah iman.
RasuluLlah ﷺ bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيهِ نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنْ امْرِئٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلَّا نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ نُصْرَتَه
“Tidaklah seseorang yang membiarkan seorang Muslim di tempat di mana kehormatannya dilanggar dan dilecehkan, kecuali Allah akan membiarkann
ya di tempat yang ia menginginkan pertolongan-Nya di sana. Tidaklah seseorang menolong seorang Muslim di tempat yang kehormatannya dilanggar kecuali Allah akan menolongnya di tempat yang menginginkan ditolong oleh-Nya,” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Akan tetapi, bagaimana pun juga kita tidak dapat menutup mata bahwa hari ini yang mengalami penindasan itu adalah Baitul Maqdis dan penolong-penolongnya. Maka marilah kita ingat sejenak hadis berikut ini. Semoga Allah Ta’ala membukakan hati kita dan menghilangkan penyakit dari iman kita.
عَنْ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ: ” أَرْضُ الْمَنْشَرِ والْمَحْشَرِ إَيتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ قَالَتْ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ نُطِقْ أَنْ نَتَحَمَلَ إِلَيْهِ أَوْ نَأْتِيَهُ؟ قَالَ: ” فَأَهْدِينَ إِلَيْهِ زَيْتًا يُسْرَجُ فِيهِ فَإِنَّ مَنْ أَهْدَى لَهُ كَانَ كَمَنْ صَلَّى فِيهِ
Dari Maimunah pembantu Nabi ﷺ ia berkata, “Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitul Maqdis.” Nabi menjawab, “Tempat dikumpulkanya dan disebarkanya (manusia). Maka datangilah ia dan shalatlah di dalamnya karena shalat di dalamnya seperti shalat 1.000 rakaat di selainnya.”
Maimunah bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak bisa?”
“Maka berikanlah minyak untuk penerangannya. Barangsiapa yang memberikannya, maka seolah ia telah mendatanginya.” (HR Ahmad).
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dan barakah. Semoga pula dapat menjadi sebab kebaikan serta kasih-sayang Allah ‘Azza wa Jalla di Yaumil Qiyamah kelak.