Kisah Penciptaan Adam, Apakah Adam Seorang Nabi?

Kisah Penciptaan Adam, Apakah Adam Seorang Nabi?

Fikroh.com – Apa itu Nabi dan apa itu Rasul? Saya ngga ingin bahas definisi, tapi saya percaya semua kita paham. Dua posting lalu kita sudah bahas bagian dari ayat 30 surat al-Baqarah. Tapi… apakah Adam itu Nabi? Atau Rasul? Sejak kapan klo memang demikian?

Nabi dan Rasul ini memang definisinya mirip-mirip. Apa bedanya ya? Karena para Nabi kan juga berdakwah, sebagaimana para Rasul juga. CMIW (Correct Me If I am Wrong), kalau Nabi itu sekalipun berdakwah, tapi dia tidak “dedicated” dakwah khusus untuk satu kaum. Sedangkan para Rasul, mereka diutus khusus untuk satu Kaum. Ada juga yang mendefinisikan Rasul itu membawa syariah yang spesifik untuk bangsanya.

Rasul kah Musa? Jelas, kaumnya adalah Bani Israil. Bagaimana dengan Ibrahim? Kaumnya adalah Bangsa Namrudz. Kaum Nabi Luth, yaitu Sodom dan Gomorah. Hud? Kaumnya adalah bangsa Aad di Yaman, Arab Selatan. Demikian juga Nuh. Lalu, Rasulkah Adam AS?

Bagaimana dengan Idris, Khidir? Mereka Nabi.

Bagaimana dengan Harun? Dalam surat Maryam: 52 disebutkan “Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi”.

Harun juga Nabi, sebagaimana ditetapkan ayat diatas. Tapi kan Harun diutus pada kaum spesifik, yaitu Bani Israel?

Hanya saja syariat Allah itu turun melalui Musa, sedangkan Harun adalah Nabi yang membantu beliau. Dari sini kita paham bahwa level Rasul lebih besar lagi dari Nabi.

Rasulkah Musa? Betul. Sejak kapan? Kita sudah membahas pada postingan yang lalu. Beliau setelah 10 tahun berkhidmat pada mertuanya, lalu hendak kembali ke Mesir. Ditengah perjalanan, Allah memanggilnya di satu bukit dan memerintahkan beliau berdakwah kepada Fir’aun dan Bani Israel. Maka jadilah saat itu juga, beliau sebagai Rasul dan otomatis juga Nabi.

Rasulkah Muhammad SAW? Betul. Tapi sejak kapan? Ada satu ungkapan yang sangat terkenal bahwa Nabi Muhammad itu “nubi’a bil iqra’ wa ursila bil muddatstsir”. Artinya, di-”nabi”-kan dengan IQRA dan di-“Rasul”-kan dengan Al Muddatstsir. Sila cari ya, darimana ungkapan ini berasal.

Semuanya pasti ingat dengan peristiwa di gua Hira. Ayat yang turun saat itu adalah “IQRA BISMI RABBIKAL LADZI KHALAQ”. Artinya, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”. Turun wahyu kepada beliau melalui malaikat Jibril. Apa beliau diutus pada satu kaum? Belum. Beliau baru pertama menerima wahyu. Jadilah beliau “Nabi”.

Berapa tahun kemudian, turun surat Al Muddatstsir, “Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan!”. Inilah perintah Allah supaya beliau mulai bicara dihadapan kaumnya. Jadilah beliau saat itu naik sebagai “Rasul”.

Nabikah Isa AS? Betul. Sejak kapan? Dalam surat Maryam sampai ayat 40, kita akan menyaksikan kemunculannya yang luar biasa. Dia adalah sedikit dari bayi-bayi di dunia yang -dengan izin Allah- bisa bicara ketika baru lahir. Bayi ini “terpaksa” bicara, meski belum waktunya bayi merah itu bicara untuk ukuran umurnya. Tapi dia bicara dalam rangka membela kehormatan ibunya, yang Allah pilih jadi wanita terbaik dan tersuci sepanjang dunia ini berputar.

Kaumnya menuduhnya Ibunya berbuat yang “ngga-ngga” sehingga menghasil kan dirinya. Maryam spontan menunjuk bayi itu untuk bicara menangkis tuduhan mereka. Heran betul penduduk Betlehem, bayi disuruh bicara?!!

“Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup”.

Spektakuler! Ini dia jawaban yang kita cari. Tidak seperti umumnya para Nabi, yang umumnya diutus ketika mereka berumur sekitar 40-an, Isa menjadi Rasul seketika beliau lahir. Dia dan ibunya adalah satu2nya makhluk yang sejak lahir tidak diganggu setan, bahkan tidak pula mengalami “mimpi dewasa” sebagaimana dialami semua orang.

Wa allama Adam asma’a kullaha (Al-Baqarah: 31). “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”… Selanjutnya, Allah tantang para malaikat, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika memang kalian benar!”. Semua malaikat spontan menjawab “Subhahanaka, Maha Suci Engkau”…

Para malaikat ini diminta menyebutkan nama-nama yang sebelumnya telah Allah ajarkan kepada Adam. Malaikat menjawab sambil bertasbih bahwa ilmu mereka sangat terbatas, tidak seperti Ilmu Allah yang tidak ada tepinya. Yang mereka tidak tahu, lebih banyak dari yang mereka miliki ilmunya. Inipun juga tabiat kita, kita pun tau cuma sedikit.

Allah berfirman: Ya Adam, ANBI’hum bi asmaihim,  “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini” (ayat 34). Beritahukan mereka! Maka jadilah Adam saat itu sebagai NABI (Sang pembawa berita).

Saat itu belum ada orang musyrik, ahli maksiat, bahkan tidak pula manusia lain. Adam tidak menjadi Rasul bagi mereka semua.

Para ulama membahas nama-nama apakah yang kiranya diajarkan Allah kepada Adam? Ada yang bilang bahwa Adam diajari nama-nama benda. Ada langit, bumi, gunung, sungai, laut, burung-burung, binatang ternak, pohon-pohon, dst. Sedangkan para malaikat ini tahu benda-benda ini wujudnya, tapi ga tau nama-namanya.

Ada yang bilang, maksud Adam diajari nama-nama adalah diajari semua bahasa. Dan ini adalah pendapat terkuat. Adam tahu semua bahasa. Baik bahasa para malaikat, jin, dan semua manusia sampai hari kiamat. Adam adalah satu-satunya makhluk yang bisa bicara dengan siapapun dengan bahasa mereka.

Makanya ketika Allah tantang para malaikat untuk menyebutkan nama-namanya, mereka justru bertasbih karena tidak mampu. Nama-nama ini isyarat kepada bahasa-bahasa. Karena “Lhughat hiya ma’rifatul asma”, “bahasa itu adalah mengenal nama-nama”.

Misal kita ambil sebotol air. Bahas arabnya “al maa’”, bahasa inggrisnya “water”, bahasa sundanya “cai”, bahasa jermannya “wasser”… udah berapa nama itu untuk satu benda? Sedangkan Allah katakan “Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) SELURUHNYA”.

Maka Adam sebutkan nama-nama benda yang diajarkan Allah sebelumnya dihadapan malaikat. Takjublah seluruh malaikat terkait keagungan Adam. Senantiasa, ahli ilmu itu selalu punya kedudukan diatas.

Ga ada yang ngerti kedudukan para ahli ilmu, kecuali mestilah orang yang ngerti ilmu juga. Mirip seperti ungkapan sufi, “ngga ada yang tau siapa itu wali, kecuali mestilah dia wali juga”.

Ga ada orang yang ngerti hebatnya seorang pembuat rendang terenak, kecuali pasti dia seorang pembuat rendang juga yang… rendangnya kalah enak.

Para malaikat akhirnya paham keunggulan Adam. Keunikannya yang tak bersayap, “tak bisa terbang”, tidak punya kekuatan seperti malaikat, lemah karena butuh makan dan tidur, tapi cerdas!

Keunikan ini yang bikin Adam begitu disayang malaikat. Kelemahannya tidak menjadikan dia rendah. Bayi-bayi Anda tentu lemah, tidak bisa berdiri, tidak lancar bicara, bahkan banyak tidur. Tapi tidak berkurang cinta kita kepada bayi kita. Kelemahan mereka justru kelebihan mereka disisi orang tua. Ketika bayi-bayi ini dewasa dan bicara, justru keunikan mereka hilang dan kita mulai merasa “something missed”. Mereka tidak lagi “lucu” seperti dulu.

Oleh: Zico Pratama Putra

About semar galieh

Check Also

Bolehkah Mengakikahi Diri Sendiri Setelah Dewasa?

Fikroh.com – Sebelumnya perlu untuk diketahui, bahwa akikah hukumnya sunah muakadah (sunah yang ditekankan), bukan …