Paska Rudal Hamas, Perang Atau Damai?

Paska Rudal Hamas, Perang Atau Damai?


Fikroh.com – Mediasi Mesir menghasilkan gencatan senjata  yang mulai berlaku pada 21 Mei jam 02 waktu setempat atau jam 5 pagi WIB. Israel menghentikan serangan udara dan darat, Hamas juga hentikan serangan rudal. Syarat lain yg diajukan Hamas, Israel harus menghentikan perburuan thd Komandan Brigade Izzud Dien Al Qassim, Mohammad Diaf, sedangkan Israel minta Hamas hentikan  pembangunan terowongan bawah tanah ke wilayah Israel. 

Minggu ini AS mengirim  Menlu Anthony Blinken utk berunding dg Israel, Mesir dan Otoritas Palestina. Bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi Gaza menjadi agenda utama. AS seperti halnya Israel tidak mengakui Hamas shg tdk akan berunding secara langsung dg kelompok tsb. Sejumlah negara Barat juga mengisyaratkan memberikan bantuan kemanusiaan kpd Gaza. Mesir bahkan menyatakan akan membantu US $ 500 jt dan telah mengirimkan 130 truk bantuan kebutuhan pokok ke Gaza. Israel juga membuka akses Beit Hanoun ke Gaza utk bantuan medis. Demikian juga Arab Saudi telah memberikan komitmen utk membantu rekonstruksi Gaza.

Otoritas Palestina yang terbentuk sejak 1993 menguasai dua wilayah yg terpisah, yaitu Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur dg penduduk 2, 6 juta ( termasuk 500 rb pemukim Yahudi ) dan Gaza dg penduduk 2 juta. Tepi Barat mayoritas pendukung Al Fatah ,tetapi sejak 2006 warga Gaza mendukung Hamas dan mengambil sikap konfrontatif (militer).

Dilihat dari keseluruhan permasalah konflik Palestina – Israel yang melibatkan kepentingan global dan regional, gencatan senjata tsb bersifat  “RAPUH”. Ada beberapa persoalan mendasar yang menjadi kendala perdamaian khususnya ada beberapa opsi solusi yg bertolak belakang :

1. Opsi 1 : Hamas yg mendapat dukungan Iran dan Syria, menghendaki solusi satu negara yg bermakna penduduk Yahudi hrs keluar dari wilayah Palestina, suatu hal yang tdk realistis.

2. Umumnya negara didunia termasuk Indonesia mendukung solusi dua negara sesuai Perjanjian Oslo 1993 dan selaras dengan resolusi DK PBB no 242 dan 338, yaitu adanya negara Israel dan Palestina.

3. Opsi kedua ini dikacaukan oleh Trump yg ketika berkuasa mendukung ibukota Israel pindah ke Yerusalem Timur. Kebijakan AS tsb, menguntungkan PM Benjamin Netanyahu yg berhaluan keras. Hal inilah yg menjadi pangkal terjadinya kerusuhan di Yerusalem Timur ( Masjid Al Aqsha dan Sheikh Jarah) yang kemudian menimbulkan kerusuhan di Tepi Barat dan perang 11 hari.

4. Partai Likud yang berhaluan keras dibawah pimpinan PM Netanyahu dlm 2 tahun ini merosot pengaruhnya.Dalam periode tsb sudah melangsungkan 4 kali pemilu dan dalam pemilu terakhir Maret 2021 hanya meraih 30 kursi Knesset / parlemen dari 120 kursi. Sejak 2 bulan lalu gagal membentuk kabinet dan mengharapkan dukungan dari 2 partai Arab yaitu Partai Ra’am (Tunas ) yg  dpp Mansur Abbas ( 4 kursi dpr ) dan Partai Qoimah Mustarakah / Joint List dpp Ayman Odeh ( 8 kursi knesset ). Selama Partai Likud tetap memegang kendali pemerintahan , sulit tercapai suatu perdamaian.

Pres J Biden sejak menjabat presiden telah mencabut policy Trump “:Abraham Accord “ dan menegaskan akan melanjutkan kebijakan Opsi dua negara.Artinya perundingan damai sesuai dg Perjanjian Oslo berpeluang di hidupkan kembali. Masalahnya  Hamas yg menguasai Gaza sejak 2006 menolak Perjanjian Oslo.

Iran membantu Hamas dg rudal canggih demi kepentingannya di kawasan Timur Tengah. Syria mendukung sikap Hamas, karena wilayahnya, dataran tinggi Golan, yg direbut Israel pada perang 1967 dan 1973 tdk pernah menjadi agenda perundingan. Syria merasa ditinggalkan oleh negara negara Arab moderat sehingga berpaling ke Iran.

Tanpa penyelesaian masalah Golan, Syria akan menjadi faktor penghalang setiap upaya perdamaian komprehensif. Sikap Syria ini akan selalu didukung oleh Iran karena berkepentingan untuk memainkan kartu Hizbullah (Libanon) dan Hamas dalam rangka persaingannya dg Arab Saudi dan permusuhan terhadap Amerika Serikat. 

Namun kemungkinan perundingan Israel – Palestina tetap terbuka atas dasar realitas sbb ; 

1. Sudah sejak 1979 Iran terisolasi dari pergaulan internasional dan rezim yg berkuasa sekarang ini berpandangan relatip moderat. Kondisi isolasi tersebut menimbulkan persoalan politik dan ekonomi yang latent sejak 1979 serta menyulitkan setiap rezim yang berkuasa.

2. Israel menduduki dataran  tinggi Golan utara sejak 1973  meliputi Mas’ada , Majdal Syam, Ein Qiniye serta perbatasan dg Quneitra, Syria. Selama hampir 50 tahun, suku Arab Druze yang mendiami kawasan itu menolak kewarganegaan Israel, kecuali hanya 10 persen dan selebihnya tetap memegang pasport Syria. Wilayah tsb bisa dirundingkan kembali utk menarik Syria dlm jalur perdamaian. Jika hal itu terjadi, Israel masih menguasai dataran tinggi Golan selatan dan tengah yg direbut dari Syria dalam perang 1967 yang saat ini mayoritas dihuni warga Yahudi.

3. Sesuai dg pandangan Indonesia, saatnya Palestina sebagai bagian Asia – Afrika, memperoleh kemerdekaan penuh sbg negara berdaulat, seperti negara- negara lain yg pernah mengalami penjajahan sesuai deklarasi HAM PBB.

4. Mayoritas negara muslim mendukung otoritas Palestina dan hanya sebagian kecil yg mendukung Hamas. Dukungan thd Otoritas Palestina bermakna  “jaminan keamanan bagi eksistensi  Israel “ dari gangguan negara sekelilingnya, suatu faktor yang selama ini menjadi tuntutan dan kepentingan vital Israel.

About semar galieh

Check Also

Bolehkah Mengakikahi Diri Sendiri Setelah Dewasa?

Fikroh.com – Sebelumnya perlu untuk diketahui, bahwa akikah hukumnya sunah muakadah (sunah yang ditekankan), bukan …