Fikroh.com – Setelah K.H Ma’ruf Amin dan Prof. SAS mengklarifikasi bahwa NU sama sekali tidak mendukung K.H Yahya Cholis Staquf ke Israel (Sebelumnya Fatah dan Hamas juga mengecam kunjungan ini) sepertinya jelas bagi kita bahwa yang mati-matian membela YCS hanyalah segelintir orang yang ‘solidaritas’nya (baca; fanatiknya) terlalu berlebihan terhadap tokoh yang sedang menuai hasil dari kunjungan kontroversial yang resikonya memang telah bisa diprediksikan. Sewaras apapun seseorang, terkadang kadar kewarasannya berkurang ketika berkenaan dengan orang yang ia cintai.
Wallahu a’lam apakah setelah hari ini, segelintir fanatikus YCS akan tetap bangga dengan junjungannya yang ‘berani masuk ke kandang macan demi Palestina’, bahwa YCS ke Israel dalam rangka berjihad mengucapkan ‘kalimatu haqqin’ di depan penguasa zalim. Atau mereka akan membanding-bandingkan hubungan Turki (baca;Erdogan) dengan Israel dan menguak kembali pertemuan Din Syamsuddin dengan tokoh Yahudi sebagai ‘pengalihan isu’. Bila perlu, pertemuan Syeikh Al-Qaradhawi dan pendeta Yahudi sekalian.
Sedikit kebelakang, Kontroversial K.H YCS sudah mulai melukai perasaan publik ketika beliau menyindir ‘Habib’ dari Yaman yang katanya ‘keluyuran’ ke tanah air, kemudian kunjungannya ke AS bertemu dengan wakil Presiden AS Mike Pence dalam rangka kerjasama dengan AS dalam menangkal radikalisme di Indonesia. Kita tidak sedang berbicara tentang ada atau tidaknya dana dari AS, tapi tentang bekerjasama dengan AS yang kita tau sering seenaknya mengecap radikal dan menuduh teroris lalu meluluhlantakkan sebuah negara seperti Afghanistan dan Irak. Ya.. kita semua anti radikalisme dan terorisme. Namun, bekerjasama dengan AS dalam hal ini sama saja dengan membenarkan kejahatan yang telah AS lakukan dengan dalih perang melawan terorisme di Afghanistan dan Irak.
Btw, Syeikhul Azhar Syeikh Ahmad Thayyib sebagai representasi Sunni moderat akhir tahun lalu membatalkan pertemuannya dengan Mike Pence sebagai protes terhadap pengakuan Trump bahwa Yerussalem adalah ibukota Israel.
“Al-Azhar tidak dapat duduk dengan para pemalsu sejarah dan mereka yang merampas hak-hak umat Islam serta melecehkan situs suci mereka (AS dan Israel),” tegasnya.
“Bagaimana saya bisa duduk dengan mereka yang memberikan yang tidak mereka miliki kepada mereka yang tidak berhak. Kami menuntut presiden AS untuk membatalkan keputusan yang ilegal secara hukum itu.” komentar Syeikh Ahmad Tayyib.
Namun hari ini kita menemukan seorang tokoh yang moderatnya melebihi Al-Azhar dengan diplomasi tingkat wali dimana kita harus berhusnuddhon terhadap manuver-manuvernya.
Setidaknya, kritik paling ringan untuk K.H YCS adalah beliau tidak peka dan sensitif terhadap perjuangan rakyat Palestina. Saya tidak ingin bilang beliau buta dengan sejarah dan watak bangsa Yahudi yang sombong apalagi menuduh beliau antek zionis. Nggak perlu berlebihan bro..!
Dr. Majid Arsan Kailani dalam muqaddimah ‘Hakadza Zahara Jail Shalahudin’ mengatakan bahwa Barat dan zionis sejak tahun 70an telah membentuk pusat-pusat ‘decision making’ dan ‘opinion making’ dimana mereka terus menerus melakukan kampanye, membentuk opini publik bahwa islam adalah sumber radikalisme dan terorisme sebagai pembenaran terhadap keputusan-keputusan dan kejahatan-kejahatan yang barat dan zionis lakukan terhadap dunia islam. Opini ini dari satu sisi memang mendapatkan pembenaran oleh kebodohan sebagian kecil umat islam sendiri yang radikalis dan teroris.
Opini ini terus dikampanyekan hingga kemudian banyak ulama dan pemikir islampun termakan dengan propaganda ini lalu tampil kedepan mengumumkan bahwa islam bebas dari terorisme dan radikalisme. Sebagian pemikir dan ulama islam ini berusaha menampilkan wajah islam yang rahamatan lil alamin dan moderat, mereka mengumumkan kesiapan mereka untuk melakukan dialog dan kerjasama dengan barat serta bila perlu membubarkan lembaga-lembaga kemanusiaan dan yayasan-yayasan yang dituduh oleh barat sebagai pendukung terorisme. Barat dengan semua kemunafikannya sebenarnya SAMA SEKALI TAK BUTUH kepada pengumuman para tokoh2 islam bahwa islam adalah agama moderat rahmatan lilalamin yang terbebas dari radikalisme dan terorisme karena tuduhan islam teroris dan radikal itu sendiri sebenarnya hanyalah opini barat sebagai pembenaran terhadap kejahatan mereka.
Palestina dan Mesjid Al-Aqsa adalah waqaf umat islam, tolak ukur kejayaan dan kemunduran umat islam. Dalam istilah para fuqaha, Palestina termasuk ‘Darul Islam’ yang wajib dipertahankan dan dikembalikan kepangkuan umat islam dengan jihad. Menurut Syeikh Wahbah Az-zuhaily dalam desertasinya di al-Azhar -Atsarul Harb Fi Fiqhil Islami, kewajiban ini adalah kewajiban semua umat islam dan kewajiban ini tak akan gugur meskipun Palestina telah dirampok sekian lama.
Kita tidak menafikan bahwa islam dalam beberapa kondisi membolehkan perjanjian dan diplomasi dengan musuh-musuhnya, terlebih oleh mereka yang punya kekuatan dan berhadapan langsung dengan musuh. Namun, jika tiba2 ada orang yg datang dari negeri antah berantah dengan penyakit ‘inferiority complex’ akut lalu menawarkan dan memperkenalkan islam moderat dan rahmatan lil ‘alamin kepada sebuah bangsa penjajah ditengah2 kebiadaban mereka orang ini jelas sedang melucu dan disayangkan karena lawakannya justru sangat tidak lucu, karena para penjajah ini hanya paham dan mengerti bahasa senjata dan darah.