Manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya harus bekerja. Islam bahkan mengajarkan umatnya untuk giat bekerja dan mencari rezeki. Rasulullah saw bersabda, “Tiada seseorangpun makan makanan, yang lebih baik daripada dia makan dari (hasil) pekerjaan tangannya. Sesungguhnya Nabi Daud as, makan dari (hasil) pekerjaan tangannya.” (HR Al-Bukhari)
Suatu ketika Rasulullah saw berkata kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya diantara dosa-dosa, ada satu dosa yang tidak bisa dihapus oleh shalat, tidak pula oleh puasa, tidak pula oleh haji dan tidak pula oleh umrah.” Para sahabat kemudian bertanya, “Lantas apa yang bisa menghapusnya, Wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Keprihatinan dalam mencari rezeki.” (HR Ath-Thabrani)
Supaya bekerja bernilai sebagai ibadah, ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, yaitu:
1- Menghadirkan Niat Tatkala Bekerja
Niat adalah ruh dan pondasi amal. Amal perbuatan seorang muslim tidak akan mendapatkan pahala, kecuali atas apa yang diniatinya. Rasulullah saw bersabda, “Adapun amal tergantung dari niatnya, dan setiap manusia akan mendapatkan apa yang dia niati.” (HR Al-Bukhari). Niat tidak hanya terbatas dalam ibadah saja, akan tetapi mencakup transaksi jual beli, bekerja, dan sebagainya. Dengan niat sesuatu yang mulanya adalah mubah bisa bernilai menjadi ibadah. Setiap muslim yang bekerja mengais rejeki di bidang pertanian, industri, perdagangan, dsb … akan memperoleh pahala ibadah dan pekerjaannya itu termasuk jihad fi sabilillah, manakala pekerjaan yang dia lakukan diniati supaya dirinya terjaga dari barang haram, tercukupi dengan barang halal dan terpenuhi kebutuhan keluarganya.
Suatu ketika Nabi dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang ulet sekali dalam bekerja. Tiba-tiba ada salah seorang sahabat yang angkat bicara, “Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya dipergunakan di jalan Allah.” Rasulullah menjawab, “Apabila dia keluar mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan.” (Al-Mundziri, At-Targhîb wa At-Tarhîb)
2 – Mengamban Tugas Untuk Memakmurkan Bumi
Manusia adalah khalifah (wakil) Allah yang harus mengelola apa yang ada di muka bumi ini. Seorang muslim hendaknya menyadari bahwa dia mengemban tugas penting tersebut, sehingga harus bekerja secara optimal. Adapun hasilnya sepenuhnya dipasrahkan kepada Allah.
Karena tugasnya sebagai khalifah Allah, seorang muslim harus menyadari bahwa harta yang didapatkan adalah titipan yang suatu hari harus dikembalikan dan dipertanggunjawabkan. Rasulullah saw bersabda, “Telapak kaki anak Adam senantiasa berada di sisi Tuhannya pada Hari Kiamat, hingga dia ditanya atas lima perkara: Tentang umurnya untuk apa dia habiskan; tentang masa mudanya untuk apa dia pergunakan; tentang hartanya darimana dia dapatkan dan ke mana dia belanjakan; dan tentang ilmunya apa saja yang telah dia amalkan. (HR Tirmidzi)
3 – Bersungguh-sungguh dalam Mencari Rezeki
Segala sesuatu butuh kesungguhan agar mencapai hasil maksimal. Begitu pula dalam urusan bekerja. Seorang muslim harus memiliki kesungguhan dalam bekerja mencari rezeki, sedangkan hasil yang akan diperoleh sepenuhnya dipasrahkan kepada Allah. Karena hanya Allah yang mengatur seberapa besar rezeki seseorang.
Orang yang bersungguh-sungguh dalam bekerja, juga akan mendapatkan sesuatu yang berharga berupa ampunan dari Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang sore harinya disibukkan dengan pekerjaan tangannya, maka sore harinya diampunkan (dosanya).“
4 – Ridha Atas Rejeki yang Diberikan Allah
Salah satu rukun iman adalah ridha atas qadha qadar yang telah ditetapkan Allah, baik yang menyenangkan maupun yang terasa pahit. Seorang muslim hendaknya memiliki keyakinan bahwasanya apa yang diberikan oleh Allah adalah yang terbaik baginya. Apabila mendapatkan rezeki yang sedikit, hendaknya tetap bersabar, dan kesabarannya itu akan berbuah pahala di akhirat. Begitu pula ketika mendapatkan rezeki yang banyak, hendaknya bersyukur kepada Allah dan membelanjakan harta itu untuk berjuang di jalan Allah. Dengan demikian dia juga akan mendapatkan pahala yang besar kelak di Hari Kiamat.
Rasululah saw bersabda, “Sungguh mengagumkan perilaku orang mukmin. Seluruh perilakunya berupa kebaikan, dan hal itu hanya terjadi pada orang mukmin. Apabila dia mendapat kebahagiaan, dia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila dia ditimpa kesusahan, dia tetap bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya.” (HR Muslim).
5 – Menyadari Bahwa Manusaia diwajibkan untuk memberikan kontribusi terbaik (berlaku Ihsan)
Seorang muslim dalam hidupnya diperintahkan untuk mengerjakan sebaik-baiknya amal. Dalam sebuah riwayat rosululloh menjelaskan tentang sikap ihsan, rosul bersabda “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah kamu dapat melihat Allah, jika kamu tidak melihatnya maka Allah melihatmu” (HR Muslim). Ihsan adalah sikap profesional, mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Begitulah Islam mengajarkan kepada umatnya untuk beramal.
Diambil dari berbagai sumber